Bawaslu Dorong Aturan Pj Kepala Daerah Tak Boleh Maju Pilkada 2024

Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mendorong pembuatan aturan Penjabat (Pj) kepala daerah tidak boleh ikut Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.

Hal itu disampaikan Plt. Kepala Pusat Penelitian Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Bawaslu Rahmat Jaya Parlindungan Siregar pada peluncuran pemetaan kerawanan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 di Manado, Sulawesi Utara, Kamis, (21/9).

Rahmat menjelaskan pada dasarnya, Pj itu bukan pejabat politik, melainkan pejabat administratif yang bertugas melaksanakan pelayanan pemerintahan di daerah.

Ia mengaku mendengar kabar angin atau diskusi soal adanya Pj yang akan maju pada Pilkada 2024. Menurutnya, para Pj ini berpotensi melakukan investasi infrastruktur politik ketika menjabat.

“Apakah itu perlu diperhatikan. Misalnya, kalau itu dibangun sebagai infrastruktur politik untuk ke depan, maka mungkinkah kita harus berpikir bahwa ada aturan yang mempertegas pejabat pemerintah yang posisinya sebagai Pj itu misalnya ditegaskan dalam aturan legal-formalnya tidak boleh maju di dalam Pilkada berikutnya,” ujar Rahmat dikutip dari YouTube Bawaslu RI, Jumat (22/9).

Meskipun belum terjadi, kata Rahmat, hal itu menjadi indikasi yang cukup kuat dan perlu menjadi catatan dalam proses dialektika demokrasi ke depan.

“Karena itu berpotensi terhadap isu yang hari ini akan kita launching tentang netralitas ASN,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty mengungkap sepuluh provinsi dengan kerawanan tertinggi terkait isu netralitas ASN.

“Maluku Utara, disusul Sulawesi Utara, Banten, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur, Jawa Barat, Sumatera Barat, Gorontalo, dan Lampung. Inilah posisi provinsi yang kerawanannya tinggi,” tutur Lolly.

Lolly pun berpesan agar sepuluh provinsi itu memiliki upaya pencegahan yang tepat. Menurutnya, pola ketidaknetralan ASN paling banyak terjadi dalam pelaksanaan Pilkada.

Kemudian, Lolly menjabarkan sejumlah pola yang sering terjadi, yakni mempromosikan calon tertentu; pernyataan dukungan secara terbuka di media sosial maupun media lainnya.

Lalu, menggunakan fasilitas negara untuk mendukung petahana; teridentifikasi dukungan dalam bentuk WhatsApp grup; dan terlibat secara aktif maupun pasif dalam kampanye calon.

Pilkada serentak 2024 bakal digelar pada September tahun depan. Pemerintah dan DPR sepakat menggeser jadwal pilkada dari sebelumnya yakni November 2024.

 

 

 

 

 

Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : RMOL

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *