BI Respons Pesimisme Jokowi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi RI

Bank Indonesia (BI) menanggapi pesimisme Presiden Joko Widodo (Jokowi) terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2019 dan 2020. Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti mengamini jika kondisi ekonomi global cukup berat, sehingga menekan kondisi ekonomi domestik.

“Jadi memang 2019 tahun yang cukup berat buat Indonesia. Di satu sisi global memang lagi tidak kondusif,” katanya, Senin (2/12).

Ia menuturkan ketidakpastian ekonomi global menjadikan pertumbuhan ekonomi di beberapa negara lesu. Sebut saja China, yang hanya mampu tumbuh sebesar 6,2 persen pada kuartal II 2019 atau terendah sejak 27 tahun terakhir.

Perlambatan pertumbuhan terjadi akibat meningkatnya ketegangan perdagangan dengan Amerika Serikat (AS) yang menggoyahkan permintaan di dalam dan luar negeri.

Selain China, pertumbuhan ekonomi India juga ikut loyo. Pada Kuartal II-2019, ekonomi India hanya mampu tumbuh 5 persen lebih rendah dari kuartal sebelumnya sebesar 5,8 persen. Laju pertumbuhan ekonomi India juga melambat dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 8 persen.

Padahal, lanjut Destry, dua negara tersebut merupakan pasar utama komoditas ekspor Indonesia. “Jadi dari sisi eksternal itu kami menghadapi tekanan yang cukup tinggi,” ucapnya.

Namun demikian, ia menuturkan jika pertumbuhan ekonomi Indonesia akan ditopang dari konsumsi domestik yang masih terbilang kuat. Terutama, ia bilang pesta demokrasi akbar Pemilihan Presiden (Pilpres) telah usai dan berlangsung dengan damai.

Dengan begitu, investor yang tadinya memilih wait and see menunggu stabilitas politik diharapkan sudah mulai mengembangkan bisnisnya. Karenanya, hingga akhir tahun bank sentral memprediksi pertumbuhan ekonomi akan berada di rentang 5 persen-5,1 persen.

“Ya di sekitar itu 5,1 persen, itu kan bisa 5,0 berapa lalu kami bisa dibulatkan berapa. Tapi kami ekspektasi dekat-dekat 5,1 persen di atas 5 persen,” katanya.

Untuk menyiasati pertumbuhan ekonomi di tengah tekanan ekonomi global pemerintah telah mengeluarkan upaya untuk memperbaiki iklim investasi, misalnya memberikan insentif fiskal dan memangkas perizinan melalui omnibus law.

Sejalan dengan kebijakan fiskal yang dikeluarkan pemerintah, BI juga telah melonggarkan kebijakan moneter dengan mengerek turun suku bunga. Harapannya, dua kombinasi kebijakan itu dapat terlihat dampaknya di 2020.

“Jadi 2020 sebenarnya critical (penting) buat Indonesia,” tuturnya.

Sebelumnya, Jokowi menyiratkan pesimisme terhadap pertumbuhan ekonomi tahun ini dan tahun depan. Ia memperkirakan ekonomi tahun ini hanya bertumbuh 5,04 – 5,05 persen. Perkiraan ini lebih rendah dari asumsi makro APBN 2019 sebesar 5,3 persen.

 

 

 

 

Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : Anadolu Agency

 

 

 

 

[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *