Kecemasan Resesi di AS Muncul Kembali, Yen Menguat Lagi
Mata uang yen Jepang menguat dua hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis kemarin, dan masih berlanjut pada hari ini, Jumat (18/10/19). Tanda-tanda melambatnya ekonomi AS, serta kesepakatan dagang AS-China yang semakin diragukan membuat daya tarik yen sebagai aset aman (safe haven) kembali muncul.
Pada pukul 7:25 WIB, yen diperdagangkan di kisaran 108,62/US$ menguat 0,03% di pasar spot melansir data Refinitiv. Sementara dalam dua hari sebelumnya, yen menguat 0,08% dan 0,9%.
Tanda-tanda pelambatan ekonomi AS terlihat dari rilis data penjualan ritel Rabu serta aktivitas manufaktur Kamis kemarin.
Departemen perdagangan AS melaporkan penjualan ritel di bulan September turun 0,3% month-on-month (MoM). Penurunan tersebut merupakan yang pertama dalam tujuh bulan terakhir. Rilis tersebut berbanding terbalik dengan hasil survei Reuters terhadap para ekonom yang memprediksi kenaikan 0,3%.
Sementara penjualan ritel inti yang tidak memasukkan sektor otomotif dalam perhitungan turun 0,1% MoM.
Penurunan penjualan ritel di bulan September menunjukkan melambatnya belanja konsumen AS. Sektor belanja konsumen berkontribusi sekitar 66% terhadap pertumbuhan ekonomi AS. Dengan pelambatan di tersebut, pertumbuhan ekonomi Negeri Adikuasa di kuartal III-2019 tentunya akan terseret juga.
Sementara Kamis kemarin, indeks aktivitas manufaktur wilayah Philadelphia turun drastis menjadi 5,6 di bulan ini, dibandingkan bulan September sebesar 12,0.
Akibatnya rilis data-data tersebut kecemasan akan resesi di AS kembali muncul dan spekulasi pemangkasan suku bunga oleh bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) semakin menguat. Berdasarkan piranti FedWatch milik CME Group pagi ini, pelaku pasar melihat probabilitas sebesar 85,% The Fed akan memangkas suku bunga 25 basis poin menjadi 1,5-1,76% pada 30 Oktober (31 Oktober dini hari WIB).
Tingginya probabilitas tersebut membuat keperkasaan dolar AS di hadapan yen runtuh, dan perlahan melemah kembali.
Sementara itu keraguan akan kesepakatan dagang AS-China terus meningkat. Kali ini yang disoroti adalah janji China membeli produk pertanian AS. CNBC International mengutip Wall Street Journal melaporkan Pemerintah Tiongkok sampai saat ini tidak memberikan detail kapan dan berapa jumlah produk pertanian yang akan dibeli.
Presiden AS, Donald Trump pada Jumat pekan lalu mengklaim China akan membeli produk pertanian AS senilai US$ 40 miliar sampai US$ 50 miliar dalam kurang dari dua tahun. Tetapi masih belum jelas apa yang akan dilakukan AS sebagai barter dari pembelian tersebut.
Selain itu, Kamis kemarin, Menteri Perdagangan China Gao Feng menegaskan semua bea masuk baru yang harus dibatalkan agar kedua negara bisa menandatangani kesepakatan fase satu.
Hal tersebut membuat pelaku pasar mulai meragukan kembali kesepakatan dua raksasa ekonomi yang sudah setahun lebih terlibat perang dagang.
Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : MSN.com
[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]