Dibayangi Sanksi Iran, Harga Minyak Terus Menguat

Harga minyak mentah Brent naik hampir 2 persen pada akhir perdagangan Rabu atau Kamis pagi WIB (4/10), setelah sempat mencapai level tertinggi baru dalam empat tahun. Pasar masih fokus sanksi AS terhadap Iran yang berlaku 4 November mendatang.

Minyak mentah Brent untuk pengiriman Desember naik US$ 1,49 atau 1,8 persen, menjadi US$ 86,29 per barel, setelah mencapai US$ 86,74 tertinggi sejak 30 Oktober 2014. Sementara minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November, ditutup naik US$ 1,18 atau 1,6 persen menjadi US$ 76,41 per barel di New York Mercantile Exchange, setelah menyentuh tertinggi US$ 76,90.

Pasar juga mengabaikan peningkatan mingguan terbesar cadangan minyak mentah Amerika Serikat (AS) serta laporan kenaikan produksi Arab Saudi dan Rusia.

“Tidak ada masalah antara saat ini hingga 4 November,” kata Direktur berjangka Mizuho, Bob Yawger, di New York, mengacu pada tanggal ketika sanksi AS berlaku penuh. “Anda baru saja memiliki penambahan terbesar (stok minyak mentah AS) tahun ini, dan pasar beraksi dengan benar.”

Badan Informasi Energi AS (EIA) mengatakan Rabu (3/10), persediaan minyak mentah AS melonjak delapan juta barel pada minggu lalu, empat kali lipat ekspektasi para analis dan merupakan kenaikan terbesar sejak Maret 2017.

Pada awal sesi, minyak mentah melemah karena Menteri Energi Saudi, Khalid al-Falih mengatakan, Saudi telah meningkatkan produksi menjadi 10,7 juta barel per hari pada Oktober dan akan memompa lebih banyak lagi pada November. Rekor tertinggi untuk produksi Saudi adalah 10,72 juta barel per hari pada November 2016.

Rusia dan Arab Saudi mencapai kesepakatan pada September untuk meningkatkan produksi minyak guna mendinginkan kenaikan harga. Namun demikian, Iran menuduh Arab Saudi dan Rusia melanggar kesepakatan OPEC tentang pengurangan produksi dengan memproduksi lebih banyak minyak mentah. Kedua negara dinilai itu tidak akan mampu menghasilkan minyak yang cukup untuk menggantikan penurunan ekspor Iran.

Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya telah membatasi pasokan sejak 2017 untuk mengatasi kelebihan pasokan global. Mereka mengurangi sebagian pemotongan pada Juni, di bawah tekanan dari Presiden AS Donald Trump untuk menaikkan harga harga.

 

 

 

 

 

Sumber : beritasatu.com
Gambar : pontianakpro.com

 

 

[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *