Minyak Tertekan Kekhawatiran Penurunan Permintaan Global

Harga minyak mentah dunia merosot sekitar 3 persen sepanjang pekan lalu. Pelemahan dipicu oleh kekhawatiran pasar terhadap laju pertumbuhan permintaan menyusul lemahnya kinerja manufaktur Amerika Serikat (AS).

Dilansir dari Reuters, Senin (4/3), harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) secara mingguan melemah 2,7 persen menjadi US$55,80 pada penutupan perdagangan Jumat (1/3), waktu AS. Pekan lalu, harga WTI sempat menyentuh US$57,88 per barel yang merupakan level tertinggi sejak pertengahan November 2018.

Pelemahan juga terjadi pada harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Mei sebesar 3,3 persen menjadi US$65,07 per barel. Sama dengan WTI, harga Brent pekan lalu juga sempat menyentuh level tertinggi sejak pertengahan 2018.

Indeks aktivitas manufaktur ISM AS pada Februari 2018 ambruk ke level terendah sejak November 2016. Kondisi yang jadi cerminan kinerja sektor manufaktur AS itu di bawah ekspektasi.

“Kami (AS) telah menjadi pulau kesejahteraan, secara global. Jadi jika perlambatan ekonomi akan melanda kita itu menjadi berita buruk untuk harga minyak,” ujar Partner Again Capital LLc John Kilduff di New York.

Kilduff mengungkapkan harga minyak menanjak di sesi perdagangan pagi sampai data indeks aktivitas manufaktur ISM dirilis. Analis Price Futures Group Phil Flynn menilai data tersebut mengirim pesan yang sangat kuat kepada pasar yang sedang mencari arah.

“Saya pikir pasar cemas dan ketika mereka mendapatkan data tersebut (indeks aktivitas manufaktur ISM), mereka bereaksi,” ujar Flynn di Chicago.

Data indeks aktivitas manufaktur ISM tersebut menambah kekhawatiran bahwa permintaan tengah anjlok secara global.

Jajak pendapat Reuters menunjukkan penilaian analis lebih pesimistis terhadap prospek terjadinya reli kenaikan harga minyak tahun ini. Konsumsi bahan bakar global diperkirakan bakal turun tahun ini menghadapi perlambatan ekonomi global.

Sebuah survei dari lembaga swasta pekan lalu juga menyatakan aktivitas pabrik China pada Februari 2019 juga melandai untuk ketiga kalinya dalam tiga bulan terakhir. Hal itu terjadi seiring lemahnya permintaan ekspor.

Pelemahan juga dialami di kawasan lain. Ekspor Korea Selatan juga terkontraksi paling tajam untuk hampir tiga bulan terakhir pada Februari 2019. Hal itu terjadi seiring pelemahan permintaan dari China.

Kendati demkian, konsumsi bahan bakar khususnya di negara-negara berkembang di Asia sejauh ini masih mampu bertahan. Konsumsi bahan bakar dari Asia merupakan penggerak utama dari permintaan minyak global.

Konsumsi minyak diesel India, misalnya, diperkirakan bakal mencetak rekor tertinggi tahun ini di tengah pertumbuhan ekonomi yang tumbuh di kisaran 7 persen.

Potensi penurunan permintaan dapat mengimbangi upaya sejumlah negara produsen untuk mengatasi membanjirnya pasokan global. Survei Reuters menunjukkan 14 negara anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) memproduksi 30,68 juta barel per hari (bph) pada Februari 2019 lalu.

Angka produksi tersebut turun 300 ribu bph dibandingkan Januari 2019 dan merupakan yang terendah untuk OPEC sejak 2015. Di Venezuela, ekspor minyak telah anjlok 40 persen ke kisaran 920 ribu bph sejak Pemerintah AS menjatuhkan sanksi ke sektor perminyakan Venezuela pada 28 Januari 2019 lalu.

OPEC, di mana Venezuela merupakan salah satu negara pendirinya, tengah menjalankan kebijakan pemangkasan pasokan di pasar sebesar 1,2 juta bph demi mengerek harga. Venezuela dibebaskan dari kebijakan pemangkasan tersebut.Turunnya produksi OPEC terjadi bersamaan dengan melonjaknya produksi minyak AS.

Data pemerintah AS terakhir menunjukkan produksi minyak AS menyentuh level tertinggi sepanjang masa selama dua pekan berturut-turut. Namun, perusahaan energi AS pekan lalu memangkas jumlah rig minyak yang beroperasi ke level terendah untuk hampir sembilan bulan terakhir.

Hal itu terjadi seiring beberapa produsen minyak AS yang mengikuti rencana pemangkasan belanja meski harga minyak berjangka sejauh ini naik 20 persen sejak awal tahun. Perusahaan layanan energi Baker Hughes mencatat perusahaan minyak memangkas 10 rig minyak pada pekan yang berakhir 1 Maret 2019 lalu.

Dengan demikian jumlah rig menjadi 843 rig, terendah sejak Mei 2018.Sementara itu, provinsi penghasil minyak utama Kanada Alberta pada Kamis (28/2) lalu menyatakan jumlah minyak mentah yang akan diproduksi akan menanjak menjadi 3,66 juta bph pada April 2019. Jumlah tersebut naik 100 ribu bph dari batas yang diberlakukan pada Januari 2019 lalu.

 

 

 

 

 

Sumber : cnnindonesia.com

Gambar : Ayooberita.com

 

 

 

 

 

 

[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *