Pasokan Diproyeksi Minim, Harga Minyak Dunia Terkerek

Harga minyak dunia menanjak pada perdagangan Kamis (27/9), waktu Amerika Serikat (AS). Penguatan dipicu oleh proyeksi kekurangan pasokan minyak global saat sanksi AS terhadap Iran berlaku efektif pada 4 November mendatang. Jumat (28/9), harga minyak mentah berjangka Brent naik US$0,59 menjadi US$81,38 per barel. Selama sesi perdagangan berlangsug harga Brent sempat menyentuh US$81,9 per barel.  Kenaikan juga terjadi pada harga minyak mentah AS West Texas Intermediate (WTI) sebesar US$0,55 menjadi US$72,12 per barel.

Pekan ini, Presiden AS Donald Trump meminta Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) untuk mengerek produksi. Hal itu dilakukan untuk mencegah harga terdongkrak lebih jauh sebelum pemilu paruh waktu (midterm election) untuk anggota Kongres AS pada November mendatang. “Pasar terus bergerak ke atas akibat ketakutan terhadap hilangnya ekspor dari Iran yang tidak akan diganti,” ujar Direktur Riset Pasar Tradition Energy Gene McGillian di Stamford, Connecticut.

Para analis menyatakan OPEC dan Rusia sepertinya tidak akan segera meningkatkan produksinya, seperti permintaan Trump. Menteri Energi AS Rick Perry telah mencoret opsi untuk menggunakan cadangan strategis minyak mentah AS demi menekan harga. “Di kertas, Anda dapat berdebat perspektif fundamental dan teknis yang mengarah ke kenaikan harga. Jadi, saya kira, hal itu akan terus terjadi pekan depan dan selanjutnya,” imbuh Manajer Senior Saxo Bank Ole Hansen.

Kendati demikian, Hansen kesulitan untuk melihat harga minyak bakal menyentuh level US$100 per barel. “Sudah berada di US$80 per barel, kami sekarang melihat harga minyak di pasar negara berkembang mendekati posisi puncak kita beberapa tahun lalu. Keinginan untuk melindungi konsumen dari kenaikan harga lebih jauh yang muncul saat ini berpotensi berimbas pada pertumbuhan permintaan lebih cepat dari yang diperkirakan,” katanya.

Dalam catatan kepada klien, Bank Jepang Mitsubishi UFJ Financial Group (MUFJ) menyatakan risiko pasar condong ke zona harga tinggi. Meski MUFJ tidak secara eksplisit meramal harga Brent bisa mencapai level US$100 per barel, namun MUFJ melihat risiko hal itu akan terjadi. Perkiraan besaran minyak mentah Iran yang hilang di pasar saat sanksi AS berlaku bervariasi di kisaran 500 ribu hingga dua juta barel per hari (bph). Puncaknya Mei 2018 lalu, Iran dapat mengekspor 2,71 juta bph, hampir tiga persen dari konsumsi harian minyak mentah global.

Arab Saudi akan menambah pasokan minyak ke pasar secara diam-diam dalam beberapa bulan ke depan untuk mengimbangi turunnya pasokan dari Iran. Di sisi lain, Arab Saudi khawatir harus membatasi produksinya tahun depan, mengingat AS akan memompa minyak lebih banyak. Saat ini, kapasitas cadangan minyak OPEC tak banyak. Sementara, Iran merupakan produsen minyak terbesar ketiga OPEC.

 

 

 

 

Sumber Berita : cnnindonesia.com
Sumber foto : telegraf.com

 

 

[social_warfare buttons = “Facebook, Pinterest, LinkedIn, Twitter, Total”]

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *