Aksi Dukung George Floyd Berujung Rusuh di Paris
Bentrokan terjadi antara polisi dan demonstran di Paris, Prancis, dalam unjuk rasa antirasisme yang diikuti sekitar 20 ribu orang pada Selasa (2/6).
Meski dipantik oleh kematian George Floyd, warga Afrika – Amerika yang tewas kehabisan nafas saat lehernya ‘dikunci’ lutut oleh polisi AS demonstran juga turun ke jalanan Paris untuk memprotes kematian Adama Traore.
Traore tewas pada 2016 saat ia berada dalam tahanan polisi, yang ketika itu juga berbuntut demonstrasi di Prancis. Aksi kali ini terjadi setelah diumumkannya dua laporan medis yang berbeda soal penyebab kematian Traore.
Warga mulai berkumpul di utara Paris pada Selasa menjelang malam, meski tak mendapat izin karena larangan berkumpul di atas 10 orang yang dikeluarkan pemerintah terkait pandemi virus corona.
Berdasarkan laporan AFP, polisi menggunakan gas air mata untuk membubarkan demonstrasi.
Bentrokan sporadis lalu pecah di dekat jalan lingkar utama Paris, demonstran mulai melempar batu ke arah polisi yang direspons dengan tembakan peluru karet.
Beberapa pengunjuk rasa membakar tempat sampah, sepeda dan skuter untuk mengatur barikade menyala di jalanan.
Menteri Dalam Negeri Prancis Christophe Castaner mengecam kekerasan yang terjadi dalam aksi.
“Tidak ada pembenaran atas apa yang terjadi di Paris malam ini, ketika protes di jalan-jalan umum dilarang untuk melindungi kesehatan semua orang,” kata dia lewat cuitan di Twitter.
Laporan medis berbeda
Kasus Traore,24, sudah menjadi kontroversi di Prancis bertahun-tahun. Berawal dari pemeriksaan identitas, Traore ditangkap di sebuah rumah setelah ia lari dari kejaran polisi selama 15 menit.
Satu dari tiga polisi yang terlibat dalam pengejaran itu mengaku bahwa mereka menahan Traore dengan badan mereka saat melakukan penangkapan.
Traore lalu kehilangan kesadaran saat berada di mobil polisi dan meninggal di kantor polisi terdekat. Ia masih diborgol ketika paramedis tiba.
Pada Jumat lalu, ahli medis membebaskan ketiga polisi tersebut karena menyebut Traore tidak meninggal karena “mati lemas” dan mengesampingkan dugaan ia tewas karena tubuhnya ditekan hingga kehabisan napas.
Penyebab kematiannya kemungkinan disebabkan oleh kondisi kesehatan, stres yang intens dan aktivitas fisik, serta kehadiran tetrahydrocannabinol–bahan aktif ganja–dalam tubuhnya.
Namun temuan baru oleh pihak keluarga pada Selasa lalu menyatakan hal berbeda. Kematiannya disebut disebabkan teknik penangkapan oleh petugas polisi.
Untuk George Floyd
Sebelum demonstrasi Selasa malam, kakak perempuan Traore, Assa, sempat berorasi ke massa aksi.
“Hari ini kita tidak hanya berbicara tentang pertarungan keluarga Traore. Ini adalah perjuangan untuk semua orang. Ketika kita berjuang untuk George Floyd, kita berjuang untuk Adama Traore,” katanya.
“Apa yang terjadi di Amerika Serikat adalah gaung dari apa yang terjadi di Prancis.”
Sementara itu Kepala Kepolisian Paris Didier Lallement, yang melarang protes itu, sebelumnya pada Selasa menulis surat kepada jajaran kepolisian di bawahnya.
Dia menyatakan simpati akan “rasa sakit” yang harus dirasakan oleh petugas yang “dihadapkan pada tuduhan kekerasan dan rasisme, yang terus-menerus diulang lewat jejaring sosial dan kelompok aktivis tertentu”.
Ia menambahkan, pasukan kepolisian Paris “tidak kejam, tidak juga rasis: mereka bertindak dalam kerangka hak atas kebebasan untuk semua,”.
Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : CNN Indonesia