Perlambatan Ekonomi Kerek Risiko Kredit
Pefindo, lembaga pemeringkat, menyebut perlambatan pertumbuhan ekonomi berpotensi mengerek rasio kredit bermasalah (Nonperforming Loan/NPL) industri jasa keuangan. Dalam hal ini, perbankan.
Tercatat, laju ekonomi Indonesia melambat ke posisi 5,02 persen pada kuartal III 2019, dibandingkan 5,05 persen pada kuartal sebelumnya.
Direktur Utama Pefindo Biro Kredit Yohanes Arts Abimanyu mengungkapkan porsi debitur dengan tingkat risiko tinggi dan sangat tinggi tercatat sebanyak 46 persen. Sementara, 54 persen adalah debitur dengan risiko kredit rendah dan sangat rendah.
“Secara eksternal bisa seperti itu (perlambatan pertumbuhan ekonomi), mengakibatkan debitur tidak mampu atau terlambat bayar. Tapi secara internal perlu dilihat kemampuan atau behaviour (perilaku) dari masing-masing debitur,” katanya, Senin (11/11).
Ia merincikan risiko kredit macet tertinggi berada pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sebesar 7 persen. Sementara itu, bank umum dan bank syariah di level 2-3 persen.
Oleh karenanya, Pefindo mendorong industri jasa keuangan untuk menggunakan kredit skoring guna memitigasi risiko kredit macet. Menurut dia, perbankan yang menggunakan jasa kredit skoring dari Pefindo memiliki tingkat kredit macet lebih rendah dari 2 persen.
“Kami pernah sampaikan di awal tahun ini, agar perbankan lembaga pembiayaan lebih berhati-hati menyalurkan kredit karena kami melihat risiko kredit cukup tinggi. Itu kami buktikan sekarang risiko kredit masih tinggi untuk debitur yang risiko tinggi dan sangat tinggi,” katanya.
Ia mencatat lembaga jasa keuangan yang terdaftar sebagai anggota Pefindo sebanyak 223 lembaga. Hingga akhir tahun, ia menargetkan 245 anggota. “Kami targetkan tahun depan 80 lembaga jasa keuangan baru yang akan join (bergabung),” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir mengatakan perlambatan ekonomi Indonesia tak terlepas dari pengaruh ketidakpastian ekonomi global. Imbasnya, ekonomi global juga turut melambat.
“Realitanya, suka tidak suka, pertumbuhan ekonomi dunia memang melambat, tapi Indonesia termasuk negara yang berhasil memitigasi perekonomian dari perlambatan ekonomi yang terjadi di dunia,” ujarnya.
Secara umum, ia menyatakan kinerja perbankan masih sehat, meskipun pertumbuhan tercatat lebih lambat. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pertumbuhan kredit perbankan sebesar 8,59 persen secara tahunan atau year on year (yoy) per Agustus 2019.
Di sisi lain, terjadi peningkatan rasio NPL secara gross dari Juli 2019 sebesar 2,55 persen menjadi 2,60 persen pada Agustus 2019.
“Tapi kalau kita lihat rasio kecukupan modal (CAR) dibulatkan 23,93 persen. Kemudian, NPL 2,6 persen itu menurut saya sangat sound in dari sisi kesehatan perbankan,” tutur Iskandar.
Sumber : .cnnindonesia.com
Gambar : Ekonomi Kompas
[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]