ASEAN Deklarasi Perangi TPPO: Tingkatkan Kapasitas Hukum, Bantu Korban
ASEAN sepakat memberantas tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan meningkatkan kapasitas penegak hukum dan lembaga terkait, serta memberikan bantuan kepada korban.
Kesepakatan itu termaktub dalam Deklarasi Pemimpin ASEAN tentang Pemberantasan Perdagangan Orang akibat Penyalahgunaan Teknologi yang disepakati para pemimpin negara di KTT ASEAN Labuan Bajo, Kamis (11/5).
Dalam draf deklarasi itu, ASEAN menyatakan bakal memperkuat kerja sama dan koordinasi terkait kasus perdagangan orang yang disebabkan penyalahgunaan teknologi.
“Dengan meningkatkan kapasitas penegak hukum dan lembaga terkait masing-masing negara anggota untuk menyelidiki, mengumpulkan data dan bukti, mengidentifikasi korban, mendeteksi, dan mengadili kejahatan,” demikian bunyi deklarasi itu.
Pernyataan tersebut juga menyebutkan negara anggota melakukan latihan bersama dan bertukar informasi sebagai bagian dari upaya pencegahan perdagangan orang.
Selain itu, ASEAN juga bakal memperkuat kerja sama di bidang pengelolaan perbatasan, pencegahan, penyidikan, penegakan hukum dan penindakan, perlindungan, pemulangan, serta dukungan seperti rehabilitasi dan reintegrasi korban.
Deklarasi itu juga menyatakan ASEAN memberikan tanggapan dan bantuan sesegera mungkin kepada korban perdagangan orang.
“Antara lain dengan meningkatkan jalur koordinasi dan komunikasi pertukaran informasi, meningkatkan akses bantuan hukum, pemulihan dan pengaduan, dan berkolaborasi dengan jaringan penegakan hukum di kawasan,” bunyi pernyataan itu.
Penegak hukum di kawasan beberapa di antaranya forum kepala polisi anggota ASEAN atau ASEANAPOL.
Ada pula para Kepala Specialist Anti-trafficking Units (HSU) di bawah mekanisme forum antar-Menteri ASEAN yang menangani kejahatan lintas negara (ASEAN Senior Official Meeting on Transnational Crime/SOMTC).
Masalah TPPO ini menjadi perbincangan usai 20 WNI menjadi korban perdagangan manusia di Myanmar. Mereka dipekerjakan sebagai penipu yang menjerat korban untuk ikut investasi bodong, atau online scammer.
Pekan lalu, pemerintah Indonesia akhirnya berhasil menyelamatkan mereka dari negara tersebut.
Pada 5 Mei, pihak berwenang Filipina dan perwakilan negara lain termasuk Indonesia juga berhasil menyelamatkan 1.408 korban perdagangan orang.
Mereka berasal dari berbagai negara Asia Tenggara. Dari jumlah itu, 143 di antaranya merupakan warga Indonesia.
Angka perdagangan orang yang tinggi menjadi sorotan Presiden Indonesia Joko Widodo alias Jokowi. Kasus ini lalu menjadi topik di konferensi tingkat tinggi (KTT) ASEAN di Labuan Bajo pada 10-11 Mei.
“Ini penting dan sengaja saya usulkan karena korbannya rakyat ASEAN dan sebagian besar adalah WNI kita,” kata Jokowi saat konferensi pers secara virtual di Labuan Bajo, awal pekan ini.
Terpisah, Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi mengklaim kasus perdagangan manusia kian marak di Asia Tenggara.
Menurut dia, dalam tiga tahun terakhir Indonesia telah mengalami dan menyelesaikan 1.841 kasus online scam. Kasus semacam ini, lanjutnya, tak cuma terjadi di RI, tetapi di berbagai negara ASEAN.
Sementara itu, Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kemlu RI Judha Nugraha membeberkan kasus online scam di Indonesia meningkat sejak 2021.
Salah satu peningkatan itu terlihat dari lonjakan kasus online scam di Kamboja. Di negara ini, kasus melonjak hingga delapan kali lipat.
Pada 2021, Indonesia menangani 119 kasus, kemudian di tahun selanjutnya 800 kasus.
Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : CNN Indonesia