Populasi China Menurun Meski KB Dilonggarkan
China mengklaim jumlah populasi mereka menurun sejak pencatatan penduduk dimulai pada 1949.
Padahal, mereka saat ini melonggarkan kebijakan Keluarga Berencana (KB) yang diterapkan untuk mengurangi angka kelahiran di negara terpadat di dunia itu. Dalam program itu, satu pasangan hanya diizinkan memiliki satu orang anak.
Dilansir National Post yang mengutip seorang sumber, Rabu (28/4), dalam hasil sensus China yang selesai digelar pada Desember 2020 lalu tetapi belum dipublikasikan, diperkirakan total populasi negara itu kurang dari 1,4 miliar orang.
Pada 2019, populasi Tiongkok dilaporkan melampaui angka 1,4 miliar orang.
Bagaimanapun, angka tersebut dianggap sangat sensitif dan tidak akan dirilis sampai beberapa lembaga pemerintah mencapai konsensus tentang data dan implikasinya.
“Hasil sensus akan berdampak besar pada bagaimana orang China melihat negara mereka dan bagaimana berbagai departemen pemerintah bekerja,” tutur peneliti di Center for China and Globalization, Huang Wenzheng.
“Mereka perlu ditangani dengan sangat hati-hati.”
Pemerintah China seharusnya merilis hasil sensus itu pada awal April lalu. Juru Bicara Biro Statistik Nasional mengatakan penundaan itu sebagian karena “membutuhkan persiapan yang lebih” menjelang pengumuman resmi. Penundaan itu juga menuai banyak kritik di media sosial.
Wakil Direktur Biro Statistik Provinsi Anhui, Chen Longgan, mengutarakan dalam sebuah pertemuan para pejabat harus “menetapkan agenda” untuk interpretasi sensus dan “memperhatikan reaksi publik”.
Sedangkan menurut analis, penurunan itu akan menunjukkan bahwa populasi China dapat mencapai puncak lebih awal dari proyeksi resmi. Akibatnya, populasi India yang saat ini mencapai 1.38 miliar orang diperkirakan dapat melampaui China.
Hal tersebut dapat berdampak besar kepada China yang merupakan negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia, dan bisa memengaruhi segala aspek mulai dari konsumsi hingga perawatan lansia.
“Laju dan skala krisis demografis China lebih cepat dan lebih besar dari yang kami bayangkan. Itu bisa berdampak buruk bagi negara,” kata Huang.
Tingkat kelahiran di China menurun bahkan setelah mereka melonggarkan kebijakan KB yang sudah diterapkan selama puluhan tahun pada 2015. Pelonggaran itu memungkinkan pasangan memiliki anak lebih dari satu.
Data resmi menunjukkan jumlah bayi baru lahir di China meningkat pada 2016. Namun, selama tiga tahun berturut-turut mengalami penurunan.
Para pejabat menyalahkan penurunan itu karena jumlah perempuan muda menyusut dan biaya mengasuh anak melonjak.
Dalam sebuah laporan yang diterbitkan pekan lalu, Bank Sentral China memperkirakan bahwa tingkat kesuburan total, atau jumlah rata-rata anak yang kemungkinan besar dimiliki seorang perempuan dalam hidupnya, kurang dari 1,5 dibandingkan dengan perkiraan resmi pemerintah yakni mencapai 1,8.
“Ini hampir merupakan fakta bahwa China telah melebih-lebihkan tingkat kelahirannya. Tantangan yang ditimbulkan oleh pergeseran demografis China bisa lebih besar (dari yang diharapkan),” kata Bank Sentral China.
Seorang penasihat pemerintah di Beijing mengatakan perkiraan yang terlalu tinggi sebagian berasal dari penggunaan angka populasi oleh sistem fiskal untuk menentukan anggaran, termasuk untuk pendidikan dan keamanan publik.
“Ada insentif bagi pemerintah daerah untuk mempermainkan jumlah (populasi) mereka sehingga mereka bisa mendapatkan lebih banyak sumber daya,” kata orang tersebut.
Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : CNN Indonesia