Ekonomi China Disebut Pulih Lebih Cepat, 2,1 Persen pada 2020
Ekonomi China diprediksi pulih lebih cepat pada kuartal IV 2020. Akselerasi pemulihan ekonomi ini ditopang oleh kenaikan permintaan, baik dari dalam maupun luar negeri, termasuk stimulus dari pemerintah setempat.
Melansir Reuters, Senin (18/1), China akan melansir angka pertumbuhan ekonomi kuartal IV 2020 pada hari ini. Capaian produk domestik bruto (PDB) tersebut akan menjadi sorotan dunia, karena banyak negara masih bertarung dengan pandemi covid-19.
Sedangkan, China berhasil memerangi kasus tersebut meskipun gelombang kedua virus corona muncul kembali di sejumlah wilayah.
Survei yang dilakukan menyebutkan para analis memperkirakan pertumbuhan ekonomi China mencapai 6,1 persen pada Oktober-Desember 2020 secara tahunan (yoy).
Angka tersebut lebih tinggi dari realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal III 2020 yang sebesar 4,9 persen.
Sementara itu, secara kuartal, analis memperkirakan pertumbuhan ekonomi China sebesar 3,2 persen (qtq). Prediksi itu juga lebih tinggi dibanding capaian kuartal sebelumnya, yakni 2,7 persen (qtq).
Dengan proyeksi tersebut, maka pertumbuhan ekonomi China secara tahunan di 2020 diproyeksi sebesar 2,1 persen (yoy). Apabila proyeksi itu tepat, maka China kemungkinan akan menjadi satu-satunya negara yang mampu tumbuh positif di tahun lalu.
Walaupun, capaian itu merupakan pertumbuhan ekonomi tahunan terendah di China selama lebih dari empat dekade.
Pemulihan ekonomi Negeri Tirai Bambu itu ditopang oleh kebijakan ketat penangan virus corona dan bantuan darurat bagi sektor bisnis.
Alhasil, ekonomi China mampu pulih dengan dari penurunan tajam, yaitu minus 6,8 persen pada kuartal I 2020, ketika virus corona di Kota Wuhan itu berubah menjadi epidemi besar-besaran.
Selain angka pertumbuhan ekonomi, China juga akan merilis data kinerja manufaktur, penjualan eceran, dan pertumbuhan investasi.
Analis yang disurvei Reuters juga memperkirakan ekonomi China semakin pulih di 2021 ini. Hasil survei analis tersebut menyebutkan pertumbuhan ekonomi China diperkirakan mencapai 8,4 persen pada 2021, kemudian melambat menjadi 5,5 persen pada 2022.
Meskipun prediksi tingkat pertumbuhan tahun ini menjadi yang terkuat dalam satu dekade, namun capaian itu dinilai kurang mengesankan. Pasalnya, lonjakan pertumbuhan ekonomi itu disebabkan oleh basis pertumbuhan yang rendah di 2020 lalu akibat pandemi covid-19.
Beberapa analis juga memperingatkan bahwa kasus baru covid-19 dalam beberapa waktu terakhir ini dapat memengaruhi aktivitas dan konsumsi menjelang libur Tahun Baru Imlek bulan depan.
China melaporkan jumlah kasus harian covid-19 tertinggi dalam lebih dari 10 bulan. Kondisi tersebut mengakibatkan lebih dari 28 juta orang terpaksa diisolasi alias lockdown.
Para pemimpin China berjanji untuk mempertahankan dukungan kebijakan ekonomi yang diperlukan. Mereka juga berjanji menghindari perubahan kebijakan mendadak.
Sementara itu, bank sentral China justru menyatakan akan mengurangi dukungan untuk ekonomi pada 2021 ini, guna mendorong pertumbuhan kredit.
Namun, sebuah sumber menyatakan jika kekhawatiran terhadap kegagalan pemulihan ekonomi dan kenaikan gagal bayar utang cenderung mencegah pengetatan bank sentral dalam waktu dekat.
Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : CNN Indonesia