Harga Minyak Tak Gerak, Belum Yakin Ekonomi Dunia Pulih?

Harga minyak mentah untuk kontrak yang aktif diperjualbelikan cenderung flat pada perdagangan pagi waktu Asia hari ini Rabu (14/10/2020). Pasar saat ini tengah mencermati berbagai isu yang berkembang yang berpotensi menggerakkan harga emas hitam tersebut.

Pada 08.20 WIB, harga minyak berjangka acuan internasional Brent terpangkas 0,09% ke US$ 42,41/barel dan harga minyak berjangka acuan Amerika Serikat (AS) turun sangat tipis 0,02% ke US$ 40,19/barel.

Kemarin, harga minyak berjangka Brent naik 1,8% ke US$ 42,45/barel sedangkan harga minyak WTI menguat 2% ke US$ 40,2/barel setelah drop 3% pada perdagangan awal pekan ini. Kabar bahwa IMF merevisi naik pertumbuhan ekonomi global untuk tahun ini turut membuat pasar sumringah.

Lembaga keuangan global yang bermarkas di Washington DC itu memperkirakan kontraksi ekonomi global -4,4% lebih baik dibanding proyeksi bulan Juni yang meramal adanya kontraksi -4,9%.

Kenaikan harga minyak tak terlepas dari peningkatan impor minyak mentah China yang dilaporkan mencapai 11,8 juta barel per hari (bpd) di bulan September naik 5,5% dibanding bulan Agustus (mom) dan meningkat 17,5% dibanding tahun periode yang sama tahun sebelumnya (yoy).

Meskipun mengalami kenaikan impor, permintaan minyak global dirasa masih akan lemah dan periode pemulihannya pun berjalan secara gradual. Organisasi Negara Eksportir Minyak (OPEC) dalam laporan terbarunya memproyeksikan permintaan minyak tahun depan bakal bertambah 6,54 juta bpd menjadi 96,84 juta bpd.

Angka proyeksi tersebut masih di bawah estimasi bulan sebelumnya yang memperkirakan kenaikan permintaan minyak bakal mencapai 7,3 juta bpd. IEA mengatakan bahwa dengan asumsi ekonomi global rebound tahun depan, permintaan minyak akan kembali pulih pada 2023.

Namun jika pemulihan ekonomi terhambat, maka pemulihan permintaan minyak juga akan terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama sampai dengan tahun 2025. Hal-hal inilah yang dicermati oleh para pelaku pasar.

Dari sisi pasokan ada tiga faktor yang menjadi sorotan pasar yaitu kembali beroperasinya ladang minyak Libya pasca pembukaan blokade, aktivitas operasi yang mulai terpantau di wilayah sumur minyak AS pasca Badai Delta serta meredanya aksi mogok kerja di Norwegia.

“Agar harga terus naik, kami pikir peningkatan kapasitas produksi cadangan di antara OPEC+ perlu dikurangi. Inilah sebabnya kami menggambarkan pasar minyak saat ini secara artifisial, dan tidak secara struktural yang ketat. Grup [OPEC+] dapat bereaksi dengan mudah terhadap gangguan produksi besar apa pun dengan menggunakan kapasitas produksi cadangannya untuk meningkatkan produksi jika harga melonjak,”kata analis UBS dalam sebuah catatan.

 

 

 

 

 

Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : CNBC Indonesia

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *