Turki Krisis Mata Uang, Inflasi Melesat Hampir 13%

Turki menghadapi ancaman terjerat krisis mata uang lagi di akibat depresiasi tajam mata uangnya, lira. Hal buruk itu pun semakin mungkin terjadi jika bank sentral negara itu tidak juga mengambil tindakan pencegahan, seperti menaikkan suku bunga, kata para analis.

Sebagaimana dilaporkan CNBC International, nilai lira minggu ini telah tergelincir ke level terlemahnya sejak awal Mei. Pelemahan lira telah memicu inflasi, dimana inflasi Juni dilaporkan sebesar 12,6%, melampaui ekspektasi ekonom. Angka inflasi Juni naik dari 11,4% pada Mei.

Analis pun memperkirakan bahwa inflasi dan devaluasi mata uang tidak akan menunjukkan perbaikan karena cadangan devisa terus menyusut dengan cepat. Langkah intervensi mata uang asing oleh bank sentral untuk mendukung lira telah menguras cadangan negara. Di mana cadangan bruto termasuk emas, dan minus swap, turun menjadi US$ 33 miliar pada akhir Juni dari US$ 87 miliar pada akhir 2019, menurut Fitch Ratings.

“Tambahan untuk ini, meningkatnya hutang dalam mata uang asing, sepertinya lira akan terdepresiasi lagi dalam beberapa bulan mendatang jika kebijakan fiskal tidak mengintervensi,” kata Can Selcuki, direktur pelaksana Istanbul Economics Research, kepada CNBC International minggu ini.

“Sayangnya, ada tanda-tanda jelas yang memberi kemungkinan hasil seperti itu,” tambahnya, merujuk pada kemungkinan akan terjadinya krisis mata uang lainnya di Turki.

Menurut para ekonom pada umumnya, salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk membendung kenaikan inflasi adalah dengan mengubah tingkat suku bunga menjadi lebih tinggi. Namun tampaknya hal itu sulit terealisasi di Turki, mengingat Presiden Recep Tayyip Erdogan tidak setuju dengan langkah menaikkan suku bunga. Erdogan percaya bahwa menaikkan suku bunga akan menyebabkan inflasi.

Selama menjabat, Erdogan juga lebih mendukung pemotongan suku bunga untuk mendorong pertumbuhan dan pengeluaran. Keputusannya itu pun semakin intensif setelah pandemi virus corona (COVID-19) menyerang negara berpenduduk 82 juta jiwa itu.

Di sisi lain, bank sentral Turki telah lama dianggap investor sebagai lembaga yang sangat dipengaruhi oleh Erdogan. Bank sentral telah mempertahankan suku bunga acuannya tidak berubah pada 8,25% pada saat rapat pengambilan keputusan kebijakan moneter terakhirnya akhir Juni lalu. sebelumnya bank telah mengurangi suku bunga sebanyak sembilan kali berturut-turut dari level 24% sejak paruh pertama tahun 2019.

Lira sendiri telah mencapai titik terendah bersejarah di awal Mei yaitu di 7,269 per dolar. Dolar telah menguat 15,36% terhadap lira tahun ini.

Selain krisis mata uang, kebijakan ekonomi Turki juga disebut Moody’s mengancam pertumbuhan ekonominya. Lembaga pemeringkat itu memproyeksikan ekonomi Turki akan berkontraksi 5% pada tahun 2020, namun akan ada pemulihan yang relatif lambat sekitar 3,5% pada tahun 2021.

Dana Moneter Internasional (IMF) juga memproyeksikan bahwa ekonomi Turki akan mengalami kontraksi 5% tahun ini, setelah tumbuh hanya 0,9% tahun lalu.

 

 

 

 

 

Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : CNBC Indonesia

 

 

[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *