Ekonomi Lesu, BI Sebut Pertumbuhan Kredit Tak Capai Target
Bank Indonesia (BI) memperkirakan target pertumbuhan kredit bank sebesar 10 persen – 12 persen tidak akan tercapai tahun ini. Sebab, berbagai sentimen perlambatan ekonomi global mempengaruhi perekonomian nasional.
Direktur sekaligus Kepala Departemen Kebijakan Makro Prudential BI Retno Ponco Windarti melihat potensi pertumbuhan kredit mencapai kisaran 10 persen sampai 11 persen sejatinya masih terbuka.
“Tapi sepertinya kalau 12 persen itu susah. Secara total lebih rendah dari tahun lalu,” ucap Retno (17/10).
Retno mengatakan proyeksi ini dipengaruhi oleh kondisi perlambatan ekonomi global. Bahkan, sejumlah lembaga keuangan internasional terus menurunkan prospek pertumbuhan ekonomi global.
Selain itu, ada pengaruh dari jeda waktu (time lag) antara penurunan tingkat bunga acuan dari BI ke tingkat bunga kredit bank. Hal ini membuat penurunan bunga acuan yang sudah dilakukan bank sentral nasional tidak bisa langsung diikuti oleh bank.
Hasilnya, tingkat bunga kredit yang lebih murah tidak cepat dirasakan oleh masyarakat, sehingga permintaan akan kredit pun tidak bisa langsung meningkat. Belum lagi, ada pengaruh dari kebijakan masing-masing bank yang berbeda-beda.
“Untuk kredit (time lag) setelah enam bulan, karena kredit di bank penentuannya paling cepat tiga bulan. Jadi ketika turun mungkin kecepatan turunnya pun berbeda,” terangnya.
Hal ini berbeda dengan jeda waktu dari penurunan tingkat bunga acuan ke bunga deposito bank yang biasanya lebih cepat. Perhitungan BI, rata-rata bunga deposito turun dalam kurun waktu tiga bulan dari penyesuaian bunga acuan.
Kendati begitu, Retno menegaskan bahwa BI terus memantau perkembangan kondisi ekonomi dan meracik kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Sebelumnya, BI sudah mengeluarkan beberapa kebijakan dalam rangka merangsang pertumbuhan ekonomi, kredit, dan stabilitas.
Mulai dari penurunan tingkat bunga acuan, penyesuaian Rasio Intermediasi Perbankan (RIM), perubahan rasio pinjaman (Loan to Value/LTV) bagi sektor perumahan, dan ketentuan Giro Wajib Minimum (GWM). Tak ketinggalan, bank sentral nasional juga melakukan penguatan aspek sumber pendanaan bank untuk peningkatan kredit dengan memasukan pinjaman bank sebagai sumber dana selain Dana Pihak Ketiga (DPK).
“Kami melihat trennya melemah, supaya tidak melemah BI melakukan kebijakan counter cyclical. Kami lakukan bauran kebijakan untuk meningkatkan demand kredit,” tuturnya.
Di sisi lain, BI tetap memantau perkembangan kualitas kredit agar tidak meningkatkan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) di perbankan. “Misalnya dalam kebijakan LTV, kami wajibkan ada persyaratan NPL. Pelonggaran LTV hanya diberikan untuk bank yang memenuhi NPL secara keseluruhan kredit hanya 5 persen,” terangnya.
Sementara untuk pertumbuhan DPK, ia memperkirakan hasilnya masih bisa moderat sejalan dengan proyeksi BI di kisaran 7 persen sampai 9 persen.
Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : Bisnis.com
[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]