Terbukti! Harga Emas Dunia Rekor Lagi Hari Ini
Harga emas dunia terus menanjak akibat perang dagang Amerika Serikat (AS)-China yang semakin memanas. Kedua negara telah sama-sama mengumumkan kenaikan tarif yang akan mulai berlaku dalam beberapa pekan ke depan.
Pada perdagangan hari Senin (26/8/2019) pukul 09:00 WIB, harga emas kontrak pengiriman Desember di bursa New York Commodities Exchange (COMEX) lompat 1,14% ke level US$ 1.555,2/troy ounce (Rp 700.090/gram).
Adapun harga emas di pasar spot melesat 1,18% menjadi US$ 1.544,17/troy ounce (Rp 695.124/gram).
Posisi ini merupakan titik tertinggi sejak 6 tahun lalu, tepatnya 10 April 2013.
Sementara di sesi perdagangan akhir pekan lalu (23/8/2019) , harga emas COMEX dan spot ditutup menguat masing-masing sebesar 1,93% dan 1,84%. Sedangkan dalam sepekan, harga emas COMEX dan spot juga tercatat menguat masing-masing sebesar 0,92% dan 0,82% secara point-to-point.
Sebagaimana yang telah diketahui, akhir pekan lalu China telah mengumumkan bea masuk baru sekitar 5-10% atas produk impor asal AS senilai US$ 75 miliar. Untuk sebagian produk, bea masuk tersebut berlaku efektif mulai 1 September 2019. Selain itu ada pula beberapa produk yang bea masuknya batu akan berlaku per 15 Desember 2019.
Tak hanya itu, China juga kembali mengaktifkan bea masuk sebesar 25% terhadap mobil-mobil pabrikan AS, serta tarif 5% atas komponen mobil. Tarif tersebut mulai berlaku efektif pada 15 Desember 2019.
“Sebagai respons terhadap tindakan AS, China terpaksa mengambil langkah balasan,” tulis pernyataan resmi pemerintah China, dilansir dari CNBC International.
Sebagai informasi, sebelumnya tarif atas mobil AS dan komponennya sudah pernah dikenakan oleh pemerintah China. Namun pada April 2019, tarif tersebut sempat dihapus seiring degan berjalannya perundingan dagang yang intensif dengan pemerintah AS.
Tidak perlu lama bagi Presiden AS, Donald Trump, untuk bereaksi terhadap langkah yang diambil Negeri Tirai Bambu.
Melalui cuitan di Twitter, Trump mengumumkan bahwa per tanggal 1 Oktober, pihaknya akan menaikkan bea masuk bagi US$ 250 miliar produk impor asal China, dari yang saat ini sebesar 25% menjadi 30%. Sementara itu, bea masuk bagi produk impor asal China lainnya senilai US$ 300 miliar yang akan mulai berlaku pada 1 September (ada beberapa produk yang pengenaan bea masuknya diundur hingga 15 Desember), akan dinaikkan menjadi 15% dari rencana sebelumnya yang hanya sebesar 10%.
Dengan begini, kondisi perekonomian global kembali diliputi hawa-hawa ketidakpastian. Kala dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia berseteru perihal perdagangan, maka dampaknya akan mendunia.
Beberapa analis memperkirakan perekonomian global bisa jatuh kepada jurang resesi bila perang dagang AS-China terus berlanjut dan semakin parah.
Terlebih pada akhir pekan lalu, kurva inversi imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 2 dan 10 tahun kembali terjadi.
Terhitung sejak tahun 1978, telah terjadi 5 kali inversi antara obligasi tenor 2 dan 10 tahun, semuanya berujung pada resesi. Berdasarkan data dari Credit Suisse yang kami lansir dari CNBC International, secara rata-rata terdapat jeda waktu selama 22 bulan semenjak terjadinya inversi hingga resesi.
Dalam kondisi penuh ketidakpastian seperti ini, investor enggan untuk masuk ke aset-aset berisiko. Salah langkah sedikit, alih-alih untung yang ada malah buntung.
Alhasil, emas dipilih karena fluktuasi nilainya yang relatif lebih kecil ketimbang aset-aset berisiko. Atas dasar hal tersebut, emas sering dijadikan instrumen pelindung nilai (hedging).
Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : okezone.com
[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,T
witter,Total”]