Di KTT APEC, Jokowi Beberkan Jurus RI Atasi Ketimpangan Ekonomi
Di era globalisasi ini sangatlah penting menekan ketimpangan. Jika ketimpangan ini tidak diatasi dengan baik, maka dikhawatirkan dapat memicu reaksi negatif terhadap globalisasi.
Hal tersebut menjadi salah satu poin utama yang disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat menghadiri Working Lunch: Promoting Inclusive Growth in The Digital Age dalam rangkaian KTT APEC 2018 Papua Nugini.
“Kalau kita mau bicara pembangunan yang inklusif jelas kita harus bicara mengenai Usaha Menengah, Kecil dan Mikro (UMKM). UMKM merupakan tulang punggung perekonomian,” kata Jokowi di APEC Haus, seperti dikutip dari keterangan resmi, Senin (19/11/2018).
Total UMKM Indonesia saat ini tercatat sebanyak 62,9 juta unit usaha (berdasarkan data 2017). Sebanyak 6 juta UMKM sudah melakukan kegiatannya secara online.
Jokowi bilang, saat ini dunia sudah memasuki era Revolusi Industri 4.0. Siklus baru ini, menurut Presiden membuka peluang untuk menyesuaikan orientasi pembangunan.
“Dalam 30 tahun mendatang, dalam visi APEC Post Bogor, pengurangan ketimpangan harus mendapat prioritas,” tuturnya.
Terkait pembangunan manusia, Jokowi memandang, setiap manusia harus diberdayakan, sehingga dapat ikut berkontribusi dan merasa menjadi bagian dari pembangunan. Untuk itu, Indonesia telah menyusun peta jalan Kebijakan Ekonomi dan Pelatihan Vokasi di Indonesia tahun 2017-2025.
“Untuk memaksimalkan manfaat ekonomi digital, reformasi struktural harus dilakukan. Reformasi ini diperlukan untuk meningkatkan investasi di bidang ekonomi digital, pemberdayaan UMKM, dan mempersiapkan sumber daya manusia yang digital ready,” kata Jokowi.
Selain itu, Jokowi menegaskan bahwa Pemerintah Indonesia akan melanjutkan investasi untuk sumber daya manusia.
Leaders Retreat dan Working Lunch
Hari terakhir Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) 2018, Jokowi menghadiri Leaders Retreat dan Working Lunch dalam rangkaian KTT APEC 2018 di Papua Nugini. Acara tersebut dihelat di APEC Haus, Port Moresby, Minggu, 18 November 2018.
Pada saat retreat, Jokowi menyampaikan beberapa isu, antara lain mengenai infrastruktur di kawasan. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi yang turut menyaksikan pertemuan mengatakan, Jokowi menyampaikan bahwa ketika berbicara masalah pembangunan, maka infrastruktur menjadi salah satu kunci utama.
“Kita tahu, pada saat kita bicara mengenai infrastruktur, maka tidak mungkin kita menutupnya dari anggaran pemerintah saja. Oleh karena itu perlu inovasi,” ujar Retno.
Hal tersebut juga disampaikan Jokowi dan mulai dibahas pada saat Pertemuan Tahunan International Monetary Fund (IMF) dan World Bank di Bali, 5 minggu lalu. Blended finance merupakan salah satu Inovasi yang perlu mendapat dukungan.
Dalam forum tersebut, Jokowi menuturkan bahwa saat ini dunia sudah masuk pada era digital di mana e-commerce dan sosial media itu sudah ada di mana-mana.
“Oleh karena itu, Presiden mengatakan terjadi pergeseran besar dari konsumsi barang menjadi konsumsi pengalaman. Konsumen di seluruh dunia jadi mengincar pengalaman petualangan dan hiburan” tutur Retno.
Saat ini, pertumbuhan parawisata dunia, sekitar 7% atau dua kali lipat dari laju ekonomi dunia yang hanya sekitar 3,5%. Bloomberg menghitung bahwa dalam 15 sampai 25 tahun ke depan, 1 dari 4 lapangan kerja baru datangnya dari sektor pariwisata.
“Dengan data-data tersebut menunjukkan pentingnya pariwisata dikedepankan,” sambungnya.
Selain ekonomi digital dan ekonomi maritim, Presiden mengusulkan isu pariwisata dan lifestyle dapat masuk agenda APEC pasca-Bogor,” ungkap Retno.
Selanjutnya, Jokowi juga menyampaikan dukungan Indonesia terhadap integrasi ekonomi regional melalui fokus pada perdagangan multilateral dan proses menuju Free Trade Area of the Asia Pacific (FTAAP) yang inklusif dan berkeadilan.
APEC memainkan peran penting sebagai inkubator gagasan baru dan sebagai pemandu jalan.
“Oleh karena itu, Presiden mengatakan Indonesia berkomitmen untuk mencapai Bogor Goals 2020 dan mendukung penyusunan visi APEC pasca-2020,” imbuhnya.
Terakhir, Retno menuturkan perbedaan posisi antara AS dan Tiongkok mengenai multilateral trading system (MTS) sangatlah besar. Beberapa negara, termasuk Indonesia, mencoba untuk menjembatani perbedaan tersebut. Namun sayang sekali, perbedaan posisi kedua negara terlalu besar dan sulit untuk dijembatani sampai akhir pertemuan.
“Jadi dari tadi pagi kita berusaha untuk menjembatani berbagai macam pembicaraan, tetapi tampaknya perbedaan itu belum dapat dijembatani sampai saat menjelang penutupan Pertemuan. Oleh karena itu, Ketua APEC (PNG) yang akan merefleksikan situasi pertemuan tersebut,” ungkapnya.
Sumber : detik.com
Gambar : Kompas.com
[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]