Rupiah Menguat Jelang Rilis Data Neraca Dagang dan Bunga BI

Nilai tukar rupiah berada di posisi Rp14.750 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan pasar spot pagi ini, Kamis (15/11). Posisi ini menguat 36 poin atau 0,25 persen dari kemarin sore, Rabu (14/11) di Rp14.786 per dolar AS.

Di kawasan Asia, rupiah menguat bersama mayoritas mata uang lainnya, seperti peso Filipina yang menguat 0,34 persen, baht Thailand 0,29 persen, dan won Korea Selatan 0,24 persen. Lalu, dolar Singapura menguat 0,13 persen, dolar Hong Kong 0,03 persen, dan yen Jepang 0,02 persen. Hanya ringgit Malaysia yang stagnan.

Seiring, mayoritas mata uang utama negara maju juga bersandar di zona hijau. Dolar Australia menguat 0,66 persen, franc Swiss 0,13 persen, dan euro Eropa 0,08 persen.

Sementara dolar Kanada stagnan, sedangkan rubel Rusia dan poundsterling Inggris melemah masing-masing minus 0,1 persen dan minus 0,13 persen.

Analis CSA Research Institute Reza Priyambada memperkirakan pergerakan rupiah hari ini berpotensi kembali menguat dan berada di rentang Rp14779-14.792 per dolar AS. Pergerakan rupiah hari ini diproyeksi akan lebih dipengaruhi sentimen dari dalam negeri, yaitu jelang pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI).

Sebab, sekalipun bank sentral nasional diperkirakan akan tetap mempertahankan tingkat bunga acuan (7 Days Reverse Repo Rate/7DRRR) pada bulan ini, namun pasar berekspektasi ada kebijakan-kebijakan baru dari BI yang dapat menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

“RDG BI diharapkan dapat memberikan sesuatu yang positif untuk pasar,” ucapnya, Kamis (15/11).

Tak ketinggalan, hari ini Badan Pusat Statistik (BPS) akan kembali mengumumkan data neraca perdagangan bulan Oktober 2018. Meski sebagian pelaku berekspektasi neraca kembali defisit, namun ada kalangan pengusaha dari Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia cukup optimis bisa mencatatkan surplus.

Selain itu, kehadiran Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Konferensi Tingkat Tinggi negara-negara di kawasan Asia Tenggara (KTT ASEAN) diharapkan dapat membawa kerja sama yang memberikan nilai tambah bagi sektor investasi Tanah Air.

Sementara pengaruh sentimen dari luar negeri cenderung bergantian. Setelah beberapa hari kemarin euro Eropa dan poundsterling Inggris berhasil menguat, sehingga cukup menekan dolar AS, kini yang terjadi justru sebaliknya.

Dolar AS kembali mendapat kesempatan untuk menguat karena sentimen defisit anggaran pemerintah Italia kembali membuat euro Eropa melemah. “Namun, kenaikan poundsterling Inggris diharapkan paling tidak bisa mengurangi potensi kenaikan dolar AS,” pungkasnya.

 

 

 

 

Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : Tempo.co

 

 

 

[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *