Pengamat Minta DPR Perhatikan Catatan PGI dan KWI untuk RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan
DPR RI sedang menggodok rancangan Undang-Undang atau RUU Pesantren dan Pendidikan Agama. Namun, pembahasan RUU itu menimbulkan polemik.
Hal ini, setelah Persatuan Gereja Indonesia (PGI) dan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) tidak setuju atas syarat pendirian pendidikan keagamaan.
Melihat Pasal 69 ayat 3 di RUU itu menyatakan pendidikan sekolah minggu dan katekisasi diselenggarakan dengan peserta paling sedikit 15 orang. Sementara di pasal 69 ayat 4 memuat ketentuan setiap pengajaran nonformal harus dilaporkan dulu ke kementerian agama kabupaten atau kota.
Pengamat hukum, C Suhadi, menggatakan pihak DPR RI seharusnya mengakomodir permintaan dari PGI dan KWI itu. Menurut dia, aturan itu tak sesuai model pendidikan anak dan remaja gereja di Indonesia.
Dia menjelaskan, Sekolah Minggu dan Katekisasi, tak bisa disetarakan dengan pesantren karena bukan lembaga pendidikan, namun kegiatan peribadatan. Sekolah Minggu dan Katekisasi seharusnya tak memerlukan syarat-syarat yang diatur undang-undang.
“Kegiatan ibadah Sekolah Minggu dan Katekisasi tidak perlu payung hukum pasal 69 dan 70 dalam RUU Pesantren dan Pendidikan Agama,” ujarnya saat dihubungi, Selasa (6/11/2018).
Dia mengkhawatirkan timbul banyak masalah apabila RUU itu memuat aturan itu. Sebab, kata dia, yang melaksanakan peribadatan Sekolah Minggu bukan hanya pemeluk agama Kristen, tetapi umat lainnya.
Sehingga, dia menilai, anggota legislatif tidak banyak memahami kondisi dan keadaan agama-agama lain.
“Sekolah Minggu bukan hanya milik agama Kristen/Katolik, tetapi di hampir semua agama ada penyelenggaraan Sekolah Minggu, seperti di Budha, Khong Hu Cu juga ikut menyelenggarakan Sekolah Minggu,” tambah advokat senior itu.
Sumber : tribunnews.com
Gambar : Merdeka.com
[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]