Arab Saudi – AS Tegang, Harga Minyak Kuat di Awal Pekan

Harga minyak jenis brent kontrak pengiriman Desember 2018 naik 1,24% ke level US$81,43/barel hingga pukul 10.30 WIB, pada perdagangan hari Senin (15/10/2018). Di waktu yang sama, harga minyak jenis light sweet kontrak November 2018 menguat 1,08% ke level US$72,11/barel.

Dengan pergerakan tersebut, harga minyak mampu bangkit di awal pekan ini, pasca sepanjang pekan lalu sebenarnya cukup tertekan. Seminggu terakhir, harga brent dan light sweet kompak terkoreksi 4% lebih, secara point-to-point.

Beberapa sentimen negatif memang membayangi pergerakan harga sang emas hitam pada pekan lalu, utamanya dari melambungnya pasokan dari Amerika Serikat (AS) dan ekspektasi menurunnya permintaan.

Pertama, lonjakan cadangan minyak Amerika Serikat (AS). US Energy Information Administration (EIA) mencatat cadangan minyak AS periode pekan lalu naik 6 juta barel, jauh melebihi ekspektasi pasar yaitu ‘hanya’ 2,6 juta barel.

Kedua, proyeksi Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC). Untuk 2019, OPEC memperkirakan permintaan minyak dunia akan naik 1,36 juta barel/hari. Turun 500.000 barel/hari dari proyeksi sebelumnya.

Ketiga, proyeksi perlambatan ekonomi dunia. Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi global pada 2018 dan 2019 sebesar 3,7%. Melambat dari proyeksi sebelumnya yaitu 3,9%.

Pertumbuhan ekonomi dunia yang melambat tentu saja akan diiringi oleh penurunan permintaan energi dunia (termasuk minyak bumi). Hal ini lantas mampu menyeret harga minyak lebih dalam ke jurang koreksi.

Meski demikian, harga minyak mulai mendapatkan kekuatannya kembali di awal pekan. Penyebabnya adalah tensi geopolitik yang berkembang antara Arab Saudi – AS. Presiden AS Donald Trump melontarkan ancaman kepada pemerintah Arab Saudi. Ancaman itu berkaitan dengan drama pembunuhan Jamal Khashoggi.

Seperti diketahui, Khashoggi, salah seorang wartawan terkemuka asal Negeri Paman Sam yang kerapkali menyampaikan kritik bagi pemerintahan Arab Saudi, menghilang pada 2 Oktober 2018 lalu. Ia diduga dibunuh di Konsulat Arab Saudi di Istanbul, Turki.

“Kita akan menyelidiki sampai ke akar dan akan ada hukuman berat,” kata Trump seperti dilansir CNBC International, Ahad (14/10/2018).

Ketegangan Riyadh-Washington ini dikhawatirkan akan membuat Saudi bernasib sama seperti Iran. Pelaku pasar cemas bahwa AS pada akhirnya akan menjatuhkan sanksi pada Negeri Padang Pasir. Padahal, Saudi adalah produsen minyak terbesar ketiga dunia. Ujung-ujungnya muncul sentimen seretnya pasokan yang mampu menopang harga.

Faktor lainnya yang menyokong penguatan harga minyak hari ini adalah Korea Selatan yang sudah tidak lagi mengimpor minyak mentah dari Iran pada September lalu. Hal ini merupakan yang pertama kalinya dalam 6 tahun terakhir.

Aksi Negeri Ginseng tersebut dilakukan menyusul berlakunya sanksi AS terhadap Iran pada 4 November mendatang. Akibatnya, kini disrupsi pasokan dari Negeri Persia diperkirakan lebih parah, sehingga memberikan energi tambahan bagi harga minyak di awal pekan ini.

 

 

 

 

Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : Ekonomi Kompas

 

 

 

[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *