Peningkatan Pasokan di AS Tekan Harga Minyak Dunia
Harga minyak mentah dunia melemah pada perdagangan Rabu (26/9), waktu Amerika Serikat (AS). Soalnya, persediaan minyak mentah AS menanjak di luar dugaan. Kendati demikian, ekspor minyak mentah Iran yang bakal merosot dalam waktu dekat tetap menjaga harga minyak mentah acuan Brent berada di atas US$80 per barel.
Dilansir dari Reuters, Kamis (27/9), harga minyak mentah berjangka Brent pada Rabu (26/9) lalu turun US$0,53 menjadi US$81,34 per barel. Harga Brent sempat menyentuh level US$82,55 per barel, tertinggi sejak November 2014, pada perdagangan Selasa (25/9) lalu. Pelemahan juga terjadi pada harga minyak mentah AS berjangka West Texas Intermediate (WTI) sebesar US$0,71 menjadi US$71,57 per barel.
Badan Administrasi Informasi Energi AS (EIA) mencatat persediaan minyak mentah AS naik US$1,9 juta barel pada pekan yang berakhir 21 September 2018. Padahal, para analis sebelumnya memperkirakan akan terjadi penurunan sebesar 1,3 juta barel. Kemudian, EIA melansir jumlah minyak mentah yang diolah di kilang turun sebesar 901 ribu barel per hari (bph).
“Kami enggan untuk terlalu banyak membaca pergerakan harga hari ini atau kenaikan persediaan minyak mentah yang dikeluarkan EIA,” ujar Presiden Ritterbusch and Associates Jim Ritterbusch dalam catatannya. Menurut Ritterbusch, harga minyak telah terdorong ke zona atas dengan kuat, sehingga akan mengalami koreksi dengan sendirinya.
Investor terus mencermati pengenaan sanksi AS terhadap sektor perminyakan Iran yang akan berlaku efektif pada November 2018 mendatang. Pasar minyak tengah bersiap untuk menerima pukulan di sisi pasokan akibat pengenaan sanksi tersebut. Imbasnya, harga Brent terus terdongkrak selama lima kuartal berturut-turut, durasi kenaikan terpanjang sejak 2007, di mana harga Brent menanjak selama enam pekan kuartal berturut-turut hingga menyentuh level US$147,5 per barel.
Beberapa pembeli besar, seperti sejumlah pengelola kilang di India, telah memberikan sinyak bakal mengurangi pembelian minyak mentah dari Iran. Namun, dampaknya terhadap pasar global masih belum jelas. Di sisi lain, pemerintah AS terus meyakinkan konsumen dan investor bahwa pasokan minyak di pasar akan tetap mencukupi dan telah menekan Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) untuk mengerek produksinya.
Dalam pidato di depan Sidang Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), Selasa (25/9) lalu, Trump kembali menyuarakan panggilan kepada OPEC untuk memompa minyak lebih banyak. Trump juga menuduh Iran telah menaburkan benih kekacauan dan menjanjikan sanksi yang lebih berat kepada negara produsen minyak terbesar ke-3 OPEC itu.
Pada akhir pekan lalu, OPEC dan sekutunya, termasuk Rusia, bertemu di Aljazair, namun tetap memutuskan untuk tidak mengerek produksi. Menurut Commerzbank, penyebab utama kenaikan harga minyak mentah akhir-akhir ini adalah Trump sendiri. “Ia telah memusatkan perhatian pasar sanksi Iran lagi, meski pasokan pasar telah mencukupi saat ini berkat kenaikan produksi OPEC dan Rusia,” tutur Commerzbank dalam catatannya. Sementara, seorang pelaku industri minyak Nigeria menyatakan bahwa OPEC akan bertindak untuk menyeimbangkan pasar setelah harga minyak menyentuh level tertinggi dalam emapt tahun. Kendati demikian, opsi tersebut kemungkinan di
Sumber Berita : cnnindonesia.com
Sumber foto : Warta Ekonomi
[social_warfare buttons = “Facebook, Pinterest, LinkedIn, Twitter, Total”]