TNI-Polri Tetap Pilih Lakukan Pengamanan di Nduga Papua

Kepolisian RI buka suara terhadap pernyataan Bupati Nduga, Papua, Yairus Gwijangge yang ingin supaya personel TNI dan Polri yang sedang menggelar operasi militer di Papua sejak awal Desember 2018 ditarik.

Yairus Gwijangge meminta bantuan Ketua DPR RI Bambang Soesatyo untuk menyampaikannya kepada Presiden Joko Widodo.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo pun menanggapi pernyataan tersebut. Menurut dia, Polri bersama TNI akan tetap melakukan pengamanan di Nduga.

“Polri bersama TNI akan tetap melakukan pengamanan, pelayanan dan pengayoman terhadap masyarakat di Nduga,” ujarnya di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (5/8).

Selain itu, kata Dedi, penegakan hukum akan tetap dilakukan tanpa pandang bulu.

“Polri juga akan tetap melakukan penegakan hukum tanpa pandang bulu kepada siapapun,” tuturnya.

Diketahui Operasi militer digelar untuk mengejar sejumlah tersangka pembunuh pekerja proyek Trans Papua. Para tersangka diduga anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) atau Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).

Namun, Dedi menyayangkan hingga saat ini OPM masih melakukan penyerangan terhadap TNI Polri. Serangan-serangan itu dilakukan berkaitan dengan pengamanan pembangunan Trans Papua.

“Sampai saat ini OPM sendiri masih terus melakukan serangan kepada anggota TNI-Polri yang mengamankan pembangunan Trans Papua,” ucapnya.

Keberadaan personel TNI dan Polri di Nduga dinilai telah membuat hidup masyarakat tidak tenang. Bahkan, menurutnya, masyarakat terpaksa mengungsi ke rumah saudara atau kerabat di kabupaten lain yang mengakibatkan sekitar 11 distrik di Nduga dalam kondisi kosong.

Selain Yairus, pendapat serupa dinyatakan oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Nduga Namia Wijangge. Dia mengungkapkan masyarakat di sana memang memiliki trauma terhadap keberadaan militer di wilayahnya sejak peristiwa Mapenduma pada 1996.

Ia mengatakan konflik berkepanjangan antara pihak TNI dan Polri serta kelompok yang menamakan diri Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) telah berdampak negatif bagi masyarakat, terutama dalam mengakses hak atas pendidikan dan kesehatan.

“Trauma ini berkepanjangan dari peristiwa 1996 yang terjadi di Mapenduma. Trauma itu terus terbawa sampai dengan sekarang. Seperti itu sehingga persoalan ini, dalam waktu singkat mau diselesaikan sangat susah,” ujarnya.

 

 

 

 

Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : Metro Merauke

 

 

 

 

[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]

 

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *