Alasan Kemenhub Tak Longgarkan Protokol New Normal Maskapai
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akan tetap menerapkan protokol untuk calon penumpang pesawat di masa transisi menuju new normal pandemi virus corona.
Kemenhub menyatakan fokus menjalankan aturan penerbangan bagi maskapai sesuai aturan dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Aturan itu berpedoman pada Surat Edaran (SE) Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19, sebagaimana telah diubah dalam SE Nomor 5 Tahun 2020.
Dalam hal ini, Kemenhub berada pada posisi menjalankan aturan tersebut secara teknis meskipun kritik dari berbagai pihak terus bermunculan di publik. Salah satu yang disorot adalah aturan pemerintah terkait tes polymerase chain reaction (PCR) bagi calon penumpang.
Calon penumpang perlu merogoh kocek Rp1,8 juta-Rp2,5 juta untuk sekali tes PCR. Harga itu dianggap jauh lebih mahal dari harga tiket pesawat yang dibeli calon penumpang itu sendiri.
“Syarat kesehatan dan protokol kesehatan di transportasi umum merujuk pada SE Gugus Tugas. Pengendalian transportasi pun dalam mengangkut penumpang mengikuti ketentuan tersebut karena kami di Kemenhub fokus pada penyediaan transportasinya,” ungkap Adita kepada CNNIndonesia.com, Kamis (4/6).
Adita mengungkapkan aturan transportasi yang diberlakukan tidak hanya berlaku untuk maskapai, tetapi juga moda transportasi lain seperti bus, kereta, hingga kapal laut.
Begitu pula dengan aturan terkait penumpang. Seluruhnya, kata Adita, mengikuti aturan dari Gugus Tugas dan Kemenhub hanya menjalani saja.
“Jadi tidak hanya penerbangan tapi juga di moda yang lain (diatur SE Gugus Tugas). Syarat penumpang merujuk pada SE tadi juga,” katanya.
Adapun syarat dokumen bagi calon penumpang pesawat berdasarkan SE Gugus Tugas 05/2020 antara lain surat tugas bagi ASN dan TNI/Polri yang ditandatangani oleh minimal pejabat setingkat eselon 2, surat tugas bagi pegawai BUMN/BUMD/UPT/Satker/organisasi non-pemerintah/lembaga usaha yang ditandatangani oleh direksi/kepala kantor.
Kemudian, surat keterangan uji tes Reverse Transcription – Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) dengan hasil negatif yang berlaku 7 hari atau surat keterangan uji rapid test dengan hasil non-reaktif yang berlaku 3 hari pada saat keberangkatan.
Selain itu, surat keterangan bebas gejala seperti influenza dari dokter RS/Puskesmas bagi daerah yang tidak memiliki fasilitas PCR test/rapid test
Bagi yang tidak mewakili lembaga pemerintah atau swasta harus membuat surat pernyataan yang ditandatangani di atas meterai dan diketahui lurah/kepada desa setempat. Lalu, menunjukkan KTP atau tanda pengenal lain yang sah dan melaporkan rencana perjalanan.
Surat keterangan rujukan rumah sakit juga harus dilengkapi bagi pasien atau orang yang anggota keluarga intinya mengalami sakit keras. Bagi orang yang ingin melakukan perjalanan karena anggota keluarga inti meninggal dunia pun diminta melengkapi surat keterangan kematian.
Pengamat penerbangan Gatot Raharjo menilai ada beberapa kejanggalan dalam protokol new normal transportasi udara. Salah satunya, tumpang tindih antara mewajibkan tes PCR untuk seluruh penumpang dan physical distancing selama di dalam pesawat.
Gatot menilai cukup salah satu peraturan yang diterapkan. Jika seluruh penumpang yang berangkat dinyatakan negatif covid-19, maka protokol kesehatan ekstrem seperti pengaturan duduk tidak perlu dilakukan dan maskapai cukup mewajibkan penumpang memakai masker.
“Kalau logikanya sudah ada rapid atau swab test untuk melindungi masyarakat, kenapa di dalam pesawat diperlakukan lagi physical distancing? Kan sudah disaring di darat. Ini yang memberatkan maskapai,” ujarnya.
Berdasarkan protokol Asosiasi Angkutan Udara Internasional (IATA), maskapai tidak diharuskan memangkas setengah dari kapasitas penumpang. Maskapai hanya diwajibkan memiliki protokol sigap penanganan penumpang dengan gejala infeksi covid-19 dan menjaga sterilisasi pesawat selama penerbangan.
Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : CNN Indonesia