Impor Tanaman dari AS, China ‘Buka Pintu’ Perdamaian
China akhirnya membuka keran impor untuk produk tanaman hasil rekayasa genetika atau genetically modified (GM) pada Selasa (8/1). Impor ini merupakan kali pertama sejak 18 bulan terakhir.
China sebelumnya menahan izin impor tanaman transgenik sejak sejak Juli 2017.
Persetujuan impor tanaman transgenik ini diumumkan pada situs resmi Kementerian Pertanian China, ketika delegasi perdagangan Amerika Serikat (AS) bertemu dengan mitranya di ibukota China minggu ini.
Keputusan impor tanaman transgenik oleh China ini, memberi peluang bagi AS untuk kembali membuka pasar global produk pertanian. Sebab, AS adalah produsen tanaman transgenik terbesar di dunia, sementara China adalah importir utama tanaman transgenik kedelai dan kanola.
Di tengah ketegangan perang dagang, petani tanaman transgenik AS dan perusahaan benih global telah mengeluhkan lamanya proses persetujuan impor oleh China.
“Ini isyarat niat baik terhadap resolusi masalah perdagangan,” kata perwakilan China untuk Asosiasi Industri Pertanian AS, dikutip dari Reuters, Selasa (8/1).
Dua impor tanaman transgenik yang disetujui adalah Kanola BASF RF3 dan Kanola MON 88302 milik Bayer. Kedua produk tersebut telah menunggu selama enam tahun untuk mendapatkan izin impor. Produk lain yang mendapatkan persetujuan impor adalah jagung DowDuPont Inc DP4114 dan kedelai DAS-44406-6, serta kedelai SYHT0H2 yang dikembangkan oleh Bayer CropScience dan Syngenta, namun saat ini dimiliki oleh BASF.
Dalam hari yang sama, Kementerian Pertanian China juga mengumumkan perpanjangan persetujuan impor untuk 26 tanaman trangenik lainnya dalam tiga tahun mendatang.
“Persetujuan China untuk impor produk-produk GM membuka jalan bagi China untuk mengimpor kedelai AS dalam volume besar ke depannya, sehingga ini merupakan sinyal positif,” kata Kepala Analis Shanghai JC Intelligence Co Ltd. Li Qiang.
Untuk diketahui, China tidak mengizinkan pengembangan tanaman transgenetik, namun memperbolehkan impor atas produk tersebut, seperti kedelai dan jagung. Di sisi lain, AS sebagai eksportir terbesar produk tanaman transgenik menuntut agar China mengubah proses aplikasi impor tanaman transgenik agar lebih transparan, tepat waktu, dan berdasarkan metode ilmiah.
Sumber : Cnnindonesia.com
Gambar : Liputan6.com
[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]