Perang Dagang Jadi Sentimen Penekan Harga Minyak
Harga minyak dunia merosot pada perdagangan Kamis (18/10), waktu Amerika Serikat (AS). Pelemahan dipicu oleh kekhawatiran investor terhadap eskalasi perang dagang antara AS dan China yang berpotensi menyeret pertumbuhan permintaan serta data yang menunjukkan tercukupinya pasokan.
Dilansir dari Reuters, Jumat (19/10), harga minyak mentah berjangka Brent ditutup turun sebesar US$0,76 menjadi US$79,29 per barel. Harga minyak acuan global ini telah merosot hampir US$8 sejak menembus level tertinggi dalam empat tahun terakhir US$86,74 pada 3 Oktober 2018 lalu.
Pelemahan harga Brent utamanya disebabkan oleh koreksi pada pertumbuhan ekonomi global seiring AS dan China yang saling mengenakan tarif terhadap miliaran dolar AS produk impor satu sama lain.
Pelemahan juga terjadi pada harga minyak mentah AS West Texas Intermediate (WTI) sebesar US$1,1 atau 1,6 persen menjadi US$68,65 per barel. “Pemicu utama koreksi (harga minyak) adalah kekhawatiran seputar pertumbuhan permintaan dan isu dagang,” ujar Vice President Riset Pasar Tradition Energy Gene McGillian di Stamford, Connecticut.
Pada 9 Oktober 2018, Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan global untuk 2018 dan 2019 masing-masing menjadi 3,7 persen. Pada proyeksi Juli lalu, IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi global untuk tahun ini dan tahun depan masing-masing 3,9 persen.
Pemangkasan angka proyeksi utamanya disebabkan oleh memanasnya tensi perdagangan dan pengenaan tarif impor yang berimbas pada aktivitas perdagangan.
Di awal sesi perdagangan, harga Brent sempat tertekan ke level di bawah US$79 per barel setelah Kementerian Energi AS melaporkan produsen minyak telah menyimpan 22 juta barel minyak mentah di tangki penyimpanan selama empat pekan terakhir.
Kilang-kilang minyak AS memasuki periode perawatan dimana operasional fasilitas utama dihentikan selama empat hingga enam bulan. Hal ini turun membebani permintaan minyak mentah dan harga.
Perhatian investor juga terarah pada potensi hilangnya pasokan dari ekspor minyak mentah Iran dalam waktu dekat seiring pengenaan kembali sanksi AS yang akan berlaku pada 4 November 2018. Arab Saudi telah menyatakan bakal mengerek produksi minyak bulan ini sebesar 300 ribu barel per hari (bph) untuk membantu mengimbangi penurunan tajam dari ekspor minyak mentah Iran.
Kendati demikian, para analis menilai investor tetap skeptis terhadap negara manapun yang memiliki kapasitas cadangan yang mencukupi untuk menutup hilangnya pasokan minyak mentah dari Iran. Sebagai catatan, Iran merupakan produsen minyak mentah terbesar ketiga pada Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC).
Sumber : Cnnindonesia.com
Gambar : INFOMIGAS
[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]