Rupiah dan IHSG Terpuruk, Pemerintah Disarankan Mencabut Subsidi Energi
Krisis emerging market makin serius. Setelah, Turki, Argentina, Venezuela, Iran, India, kini Afrika Selatan juga tertular. Hal itu membuat sentimen terhadap emerging market semakin buruk. Indonesia tentu juga kena dampaknya. Namun Kepala riset MNC Sekuritas Edwin Sebayang mengatakan, sentimen krisis global tersebut bukanlah penyebab utama kejatuhan rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan ( IHSG).
Edwin menyebutkan, yang patut dicermati adalah kondisi Indonesia yang tengah berhadapan dengan masalah defisit neraca perdagangan. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) memperlihatkan current account deficit (CAD) mencapai 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau tertinggi sejak kuartal II-2014. Tercatat, defisit sepanjang kuartal II-2018 mencapai 8 miliar dollar AS atau lebih tinggi dari periode kuartal I-2018 yang mencapai 5,7 miliar dollar AS.
Angka ini juga lebih besar dibandingkan kuartal II-2017 yang hanya 5 miliar dollar AS. Terjadinya defisit transaksi berjalan dan neraca perdagangan membuat pasokan dollar Amerika Serikat di pasar domestik seret. Selain karena devisa hasil ekspor berkurang, para eksportir juga enggan melepaskan dolar AS yang mereka miliki. Maka Edwin bilang, sebenarnya salah satu penyebab utama kejatuhan indeks dan rupiah adalah besarnya permintaan impor subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan listrik. “Kita tak perlu jauh-jauh melihat sentimen eksternal.
Saat ini yang perlu dilakukan pemerintah adalah mencabut subsidi BBM dan listrik atau dengan kata lain menaikkan harga BBM dan listrik sehingga bisa perbaiki dan sehatkan perekonomian indonesia yang selama ini defisit karena masih banyak aktivitas impor dan maka dengan begitu kinerja rupiah terhadap dollar akan membaik serta pergerakan IHSG akan kembali membaik,” sebut dia, Rabu (5/9/2018).
Dia menyarankan agar pemerintah berani merealisasikan kebijakan tersebut sehingga neraca perdagangan Indonesia menjadi stabil lagi dan rupiah maupun IHSG kembali membaik. “Dengan begitu, kinerja emiten-emiten di bursa bisa bertumbuh dan tingkat kepercayaan para pelaku pasar makin bertambah,” tambahnya. Edwin menarget range pergerakan IHSG hingga akhir tahun 2018 akan berada di range 5.800 hingga 6.200.(Krisantus de Rosari Binsasi)
Sumber Berita : kompas.com
Sumber foto : SINDOnews
[social_warfare buttons = “Facebook, Pinterest, LinkedIn, Twitter, Total”]