Malaysia Ajukan RUU Penghapusan Hukuman Mati ke Parlemen
Pemerintah Malaysia mengajukan Rancangan Undang-undang (RUU) di Majelis Rendah parlemen pada Senin, 27 Maret 2023 untuk menghapuskan hukuman mati.
Menteri di Departemen Perdana Menteri (Reformasi Hukum dan Kelembagaan), Azalina Othman Said mengajukan pembacaan pertama Mandatory Death Penalty Bill 2023 (RUU Penghapusan Hukuman Mati Mandatori/Wajib 2023) serta revisi hukuman mati dan hukuman penjara seumur hidup.
“Penghapusan hukuman mati wajib merupakan inisiatif yang telah diteliti, dipelajari, dan dipertimbangkan oleh pemerintah sejak 2012,” ucap Azalina dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Channel News Asia, Rabu (29/3/2023).
“Itu ditujukan untuk menghargai dan menghormati kehidupan setiap individu sambil memastikan keadilan dan keadilan bagi semua pihak termasuk korban pembunuhan, korban perdagangan narkoba, serta keluarga korban tersebut.”
Bernama, kantor berita resmi milik pemerintah Malaysia, melaporkan bahwa menurut salinan biru yang diedarkan di parlemen pada Senin, RUU tersebut berusaha untuk mengganti hukuman mati wajib dengan penjara seumur hidup antara 30 dan 40 tahun serta hukuman cambuk antara enam dan 12 pukulan, tergantung pada kejahatannya.
Namun, hukuman mati tetap dapat dijatuhkan, berdasarkan kebijaksanaan pengadilan.
“Kebijakan yang diusulkan melalui RUU ini adalah jalan tengah untuk memastikan bahwa keadilan dipertahankan untuk semua,” kata Azalina.
RUU tersebut juga diharapkan akan disahkan pada Selasa depan 4 April, setelah diperdebatkan.
Kemudian, apabila RUU disahkan, lebih dari 1.300 orang yang saat ini terpidana mati dapat meminta peninjauan kembali hukuman mereka oleh pengadilan federal. Mereka bisa terlepas dari jerat tali tiang gantungan, meski harus menjalani hukuman panjang di balik bui.
Malaysia Pernah Hidupkan Rencana untuk Akhiri Hukuman Mati pada 2022
Azalina mengatakan bahwa terpidana mati akan dapat mengajukan permohonan peninjauan kembali hukuman mereka.
Menurutnya, permohonan hanya bisa dilakukan satu kali dan juga harus dilakukan dalam waktu 90 hari sejak undang-undang baru berlaku. Namun, pengadilan dapat memilih untuk memperpanjang jangka waktu 90 hari dengan alasan yang masuk akal.
Azalina juga mencatat bahwa melalui undang-undang yang diusulkan, pengadilan federal akan diberikan yurisdiksi untuk meninjau kasus-kasus 840 terpidana mati termasuk 25 lainnya yang permohonan grasinya ditolak oleh Dewan Pengampunan.
“Sebanyak 476 terpidana mati yang belum selesai proses bandingnya di pengadilan juga akan dilindungi undang-undang,” ungkap Azalina.
Saat ini, ada 11 pelanggaran yang diancam hukuman mati, termasuk pembunuhan, perdagangan narkoba, terorisme, penculikan dan kepemilikan senjata api.
Pada Juni lalu, pemerintah Malaysia mengumumkan keputusannya untuk menghapus hukuman mati wajib sebagai bagian dari komitmennya di tingkat internasional untuk menahan diri dari menjatuhkan hukuman mati.
“Kami berpandangan bahwa setiap orang berhak mendapat kesempatan kedua,” ucap Ismail Sabri Yaakob, mantan perdana menteri Malaysia.
Sumber : liputan6.com
Gambar : Liputan6.com