Jalan Panjang Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura
Indonesia dan Singapura akhirnya resmi menandatangani perjanjian ekstradisi antarkedua negara di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, Selasa 25 Januari 2022. Butuh waktu setengah abad hingga akhirnya kedua negara menyepakati Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura.
“Setelah melalui proses yang sangat panjang akhirnya perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura ini dapat dilaksanakan,” kata Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly dalam keterangannya, Selasa.
Menurut dia, perjanjian ekstradisi antara pemerintah Indonesia dengan Singapura dilakukan untuk mencegah praktik korupsi lintas batas negara. Dengan adanya perjanjian ekstradisi ini, koruptor hingga bandar narkoba tak lagi bisa bersembunyi di Singapura.
“Perjanjian ini bermanfaat untuk mencegah dan memberantas tindak pidana yang bersifat lintas batas negara seperti korupsi, narkotika dan terorisme,” jelasnya.
Dikutip dari berbagai sumber, perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura telah dirintis oleh Indonesia sejak tahun 1972. Namun, pembahasannya baru dimulai pada tahun 2004.
Pemerintah Indonesia sendiri mulai mengupayakan perjanjian ini ditandatangani sejak tahun 1998, baik dalam pertemuan bilateral maupun regional dengan Singapura. Presiden RI sebelumnya juga telah mengupayakan agar perjanjian ekstradisi tersebut segera tercapai.
Mengutip Antara, Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri bertemu dengan Perdana Menteri Singapura Goh Chok Thong di Istana Kepresidenan Bogor Jawa Barat pada 16 Desember 2002. Saat itu, keduanya melakukan pertemuan bilateral.
Pertemuan itu membahas hal terkait pengembangan kerja sama kedua negara di segala bidang. Salah satu hasil pertemuan yakni, tercapainya kesepakatan bahwa Indonesia dan Singapura akan menyusun rencana aksi pembentukan perjanjian ekstradisi Indonesia dan Singapura.
Pembahasan di Tampaksiring Bali
Kemudian, Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong menggelar pertemuan di Istana Tampaksiring Bali, pada 27 April 2007.
Kedua pemimpin negara itu menyaksikan penandatanganan perjanjian ekstradisi Indonesia dan Singapura oleh Menteri Luar Negeri Indonesia Hasan Wirajuda dan Menteri Luar Negeri Singapura George Yeo.
Perjanjian ekstradisi Indonesia dan Singapura yang ditandatangani pada 2007 tersebut tidak dapat diberlakukan oleh kedua negara. Hal ini dikarenakan pemerintah Indonesia dan Singapura belum meratifikasi perjanjian tersebut.
Selanjutnya, digelar Leaders’ Retreat Indonesia dan Singapura pada 8 Oktober 2019 untuk membahas kembali tentang persetujuan penyesuaian batas wilayah informasi penerbangan Indonesia dan Singapura (Realignment Flight Information Region/FIR) dan perjanjian kerja sama keamanan.
Menindaklanjuti hasil Leaders’ Retreat 2019, Menteri Hukum dan Keamanan RI mengusulkan agar perjanjian ekstradisi yang sejak awal diparalelkan dengan perjanjian kerja sama keamanan kembali dibahas.
Perjanjian Ekstradisi resmi ditandatangani
Setelah melakukan korespondensi, konsultasi dan perundingan pada 22 Oktober 2021, pemerintah Singapura menerima usulan Indonesia. Keinginan lama Indonesia pun akhirnya terwujud, meski membutuhkan waktu yang panjang dan lama.
Perdana Menteri (PM) Singapura Lee Hsien Loong tiba di Pelabuhan Bandar Bentan Telani Kabupaten Bintan pukul 09.37, Selasa 25 Januari 2022. Dia lalu bertemu Presiden Joko Widodo atau Jokowi di The Shancaya Resort Bintan untuk melakukan pertemuan bilateral.
Pertemuan Jokowi dan PM Lee itu pun mencapai sejumlah kesepakatan di bidang politik, hukum, dan keamanan antara Indonesia dengan Singapura. Salah satunya, Perjanjian Ekstradisi Indonesia dan Singapura.
“Untuk Perjanjian Ekstradisi, dalam perjanjian yang baru ini, masa retroaktif diperpanjang dari semula 15 tahun menjadi 18 tahun sesuai dengan Pasal 78 KUHP,” ujar Jokowi saat menyampaikan pernyataan pers bersama PM Singapura, Selasa.
Sumber : liputan6.com
Gambar : Liputan6.com