Myanmar Krisis Ekonomi: Inflasi Naik hingga Nilai Uang Turun

Myanmar tengah mengalami krisis ekonomi. Krisis terjadi saat negara itu dikuasai junta militer. Bahkan, Bank Dunia memperkirakan ekonomi negara di Asia Tenggara itu akan turun hingga 18 persen pada tahun ini.

Krisis ekonomi Myanmar terjadi karena harga bahan makanan dan bahan bakar meningkat tinggi sejak kudeta militer pada Februari 2021. Kenaikan terjadi hampir dua kali lipat di beberapa komoditas.

Akibatnya inflasi meningkat. Sementara nilai mata uang mereka, kyat Myanmar justru terdepresiasi hingga mencapai 60 persen per September 2021.

Kondisi ini membuat cadangan dolar AS di bank sentral mereka ikut terkuras, meski belum diketahui jumlah pastinya. Namun, cadangan terakhir tercatat sebanyak US$7,67 miliar pada akhir 2020.

“Tingkatnya (cadangan dolar AS) turun ke apa yang seharusnya dalam keadaan normal,” ungkap Wakil Gubernur Bank Sentral Myanmar Win Thaw seperti dikutip dari Reuters, Senin (11/10).

Lebih lanjut, kondisi ini membuat bank sentral Myanmar mengeluarkan beberapa kebijakan. Salah satunya mewajibkan eksportir untuk menjual kelebihan valuta asing (valas) kepada bank dalam waktu 30 hari sejak menerima.

Hal ini untuk menjaga ketersediaan cadangan dolar AS di bank.”Keterbatasan waktu itu akan menjadi salah satu faktor untuk menurunkannya (cadangan dolar AS),” terangnya.

Sementara junta militer Myanmar mengklaim krisis ekonomi terjadi karena dampak pandemi covid-19. Selain itu, juga disebabkan oleh ‘faktor luar’, namun bukan semata-mata peralihan kekuasaan dari pemerintah ke tangan mereka.

 

 

 

Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : CNN Indonesia

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *