Harga Minyak Terbang Berkat Pelemahan Dolar AS
Harga minyak menguat pada akhir perdagangan Senin (21/6), waktu Amerika Serikat (AS). Penguatan dipicu oleh pelemahan dolar AS dari level tertinggi dua bulan dan jeda dalam pembicaraan untuk mengakhiri sanksi AS terhadap minyak mentah Iran.
Dilansir dari Antara, harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Agustus melonjak 1,9 persen atau US$1,39 ke US$74,90 per barel.
Sementara, harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Juli naik US$2,02 atau 2,8 persen menjadi US$73,66.
Pelemahan dolar AS dapat mendorong investor spekulatif ke aset berdenominasi greenback seperti komoditas, termasuk minyak mentah.
Indeks dolar, yang mengukur kekuatan dolar AS terhadap enam mata uang utama lainnya, turun 0,36 persen menjadi 91,8945 pada akhir perdagangan Senin (21/6). Secara historis, harga minyak berbanding terbalik dengan harga dolar AS.
Selain itu, harga minyak acuan juga menanjak selama empat minggu terakhir karena optimisme vaksinasi covid-19 yang bisa mendorong peningkatan perjalanan pada musim panas.
Bank of America memperkirakan rata-rata harga Brent bisa mencapai US$68 per barel pada tahun ini dan US$100 per barel pada tahun depan karena penggunaan mobil pribadi yang lebih banyak.
Negosiasi untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Iran ditunda pada Minggu lalu usai hakim garis keras Ebrahim Raisi memenangkan pemilihan presiden negara itu.
“Pemilihan seorang garis keras di Iran membebani pasar (penawaran) karena sanksi tampaknya tidak akan dicabut,” kata Direktur Energi Berjangka Mizuho Bob Yawger di New York.
Kesepakatan tersebut dapat menyebabkan Iran mengekspor tambahan 1 juta barel per hari, atau 1,0 persen dari pasokan global, selama lebih dari enam bulan dari fasilitas penyimpanannya.
Namun, Pejabat Iran dan AS mengatakan kemenangan Raisi tidak mungkin mengubah posisi negosiasi Iran. Dua diplomat mengatakan mereka mengharapkan istirahat perundingan sekitar 10 hari.
Selain itu, harga minyak juga mendapat dukungan dari perkiraan pertumbuhan terbatas dalam produksi minyak AS. Hal itu memberi Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) lebih banyak kekuatan untuk mengelola pasar dalam jangka pendek sebelum potensi kenaikan kuat dalam produksi minyak serpih AS pada 2022.
Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : Tempo.co