Bank Sentral Cetak Duit US$ 12 T, Harga Emas Kinclong Lagi

Dolar AS yang semakin jatuh membuat harga emas dunia bergerak naik. Pelan-pelan di kuartal kedua ini harga emas kembali menunjukkan tajinya setelah tertekan sepanjang kuartal pertama.

Di arena pasar spot harga emas naik 0,16% pada perdagangan pagi hari ini, Rabu (21/4/2021). Untuk pertama kalinya dalam hampir dua bulan terakhir harga emas tembus US$ 1.780/troy ons. Harga emas berhasil melalui level psikologis US$ 1.775/troy ons sebelumnya.

Indeks dolar yang mengukur posisi greenback terhadap sekelompok mata uang lain masih melanjutkan tren koreksinya. Dolar AS berada di titik terendah sejak awal Maret. Sementara itu imbal hasil (yield) nominal obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun juga semakin melandai.

Jika sebelumnya yield yang kesetanan hingga tembus 1,7% membuat opportunity cost memegang emas naik dan harga tertekan. Kini yield sudah lebih agak jinak dan berada di 1,56%.

“Emas masih memiliki potensi kenaikan. Pemulihan ekonomi sangat bergantung pada stimulus pemerintah dan bantalan yang ditempatkan di bawah sektor keuangan dan prospeknya masih tidak pasti,” kata Rhona O’Connell, kepala analisis pasar untuk kawasan EMEA dan Asia di StoneX kepada Kitco News.

Salah satu argumen utama yang mendukung harga emas bakal naik adalah bahwa itu adalah selama ini bullion dianggap sebagai aset lindung nilai terhadap risiko tingginya inflasi.

Likuiditas global yang berlimpah akibat kebijakan moneter longgar serta banjir stimulus fiskal membuat ekspektasi inflasi meningkat. Dalam sudut pandang pendukung teori ekonomi monetarist, pasokan uang yang berlimpah hanya akan memicu kenaikan harga.

Namun ingat hal ini juga harus dibarengi dengan kecepatan uang berpindah tangan (money velocity). Di saat ekonomi global menghadapi lockdown, likuiditas memang berlimpah tetapi perputaran uang tersendat sehingga inflasi belum terlihat. Inilah yang sempat membuat emas bergerak galau.

Hanya saja kedatangan inflasi yang tinggi sudah mulai tampak. Di AS inflasi bulan lalu tercatat 2,6% (yoy). Padahal sebulan sebelumnya masih di 1,7% (yoy). Di Paman Sam kebijakan quantitative easing (QE) membuat neraca The Fed mengembang lebih dari US$ 3 triliun. Sebesar itulah tambahan likuiditas di sistem keuangan AS.

“Ada sejumlah besar likuiditas yang masih mencari rumah (IMF memperkirakan US$ 12 triliun ditambahkan ke neraca bank sentral secara global tahun lalu) dan peran emas sebagai lindung nilai risiko masih berlaku,” tambah O’Connell.

Untuk saat ini ekspektasi inflasi boleh tinggi. Namun seberapa lama inflasi tinggi akan bertahan sangat menentukan seberapa kuat harga emas menanjak. Bank sentral yang sebelumnya menggunakan kerangka kebijakan moneter inflation targeting framewok (ITF) kini mulai beralih ke inflation averaging. The Fed contohnya.

Dengan jatuhnya harga aset digital cryptocurrency Bitcoin juga membuat emas punya momentum untuk benar-benar menguat.

 

 

 

 

 

Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : KlikPositif.com

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *