Sentimen Mulai Bullish, Saatnya Harga Emas Cetak Rekor Lagi?

Harga emas mengalami koreksi pada perdagangan perdana pekan ini setelah menguat minggu lalu. Perlahan-lahan sentimen bullish terhadap logam kuning ini mulai terbangun.

Senin (22/3/2021), harga emas di pasar spot turun 0,31% ke US$ 1.739,15/troy ons. Harga emas mengalami kenaikan meskipun yield obligasi AS dan greenback cenderung menguat. Faktor teknikal cenderung menjadi pendorong utamanya untuk saat ini.

Minggu ini, baik investor Main Street maupun analis Wall Street cenderung bullish terhadap emas seperti yang ditunjukkan oleh Survey Kitco. Ada 13 analis berpartisipasi dalam survei tersebut. Sebanyak 6 responden atau 46%, meramal harga emas naik minggu depan.

Sementara itu ada empat responden atau 31% dari mereka yang cenderung bearish terhadap harga emas minggu ini. Tiga analis lainnya atau 23% dari total responden melihat harga emas berpotensi bergerak sideways.

Baik sentimen dan partisipasi dalam survei emas mingguan meningkat di kalangan investor ritel. Minggu lau ada 1698 suara yang berhasil dikumpulkan dalam survei online. Di antara mereka, ada 1.101 atau 65%, mengatakan mereka bullish pada emas minggu ini.

Sebanyak 355 peserta lainnya atau 21%, mengatakan mereka bearish. Sementara itu 242 responden sisanya atau 14% cenderung netral pada logam mulia.

Walaupun secara neto sentimen terhadap emas cenderung bullish, tetapi harga si logam mulia masih berpotensi berbalik arah. Apabila yield terus mengalami kenaikan, maka harga emas berpotensi tertekan.

Emas merupakan salah satu aset yang tak memberikan imbal hasil. Ketika ada aset lain yang juga minim risikonya tetapi menawarkan imbal hasil yang lebih menarik maka investor akan cenderung memilihnya.

Kenaikan imbal hasil obligasi AS membuat biaya peluang memegang emas meningkat. Sehingga investor cenderung beralih dari emas ke aset lain. Hal inilah yang menakan harga emas beberapa waktu lalu.

Minggu ini duo bos the Fed Jerome Powell & menteri keuangan AS Janet Yellen dijadwalkan akan berbicara di depan Komite Perbankan Senat.

“Mengingat pergerakan yang lebih tinggi dalam imbal hasil obligasi jangka panjang, akan menarik untuk melihat apakah hal itu membuat mereka gugup. Hampir pasti, kita akan mendengar narasi bahwa risiko inflasi terlalu besar, tetapi dalam lingkungan ekonomi dengan pasokan terbatas yang mengalami permintaan yang diinduksi oleh stimulus besar-besaran, kami yakin inflasi akan lebih tinggi dan lebih berkelanjutan daripada yang dinyatakan Fed secara terbuka, “kata ekonom ING, Jumat.

Risiko inflasi yang tinggi inilah yang tak hanya membuat yield naik tetapi harga emas juga punya tenaga untuk bergerak ke utara. Pasalnya emas berbeda dengan uang fiat.

Jika uang fiat bisa dicetak kapanpun dan dalam jumlah berapapun sehingga terjadi devaluasi, pasokan emas cenderung stabil. Hal ini memungkinkan emas digunakan sebagai aset untuk lindung nilai (hedging) dari risiko inflasi.

 

 

 

 

Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : Aneka Logam

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *