Emas Apes nih! Banyak yang Ramal Harganya Turun Pekan Ini
Harga emas bergerak naik pada perdagangan awal pekan ini, Senin (8/3/2021). Walaupun terapresiasi harga emas masih tertekan dan berpotensi melanjutkan tren bearish-nya.
Harga logam mulia emas di pasar spot naik 0,46% ke US$ 1.708/troy ons pada 08.45 WIB. Minggu lalu harga emas drop 1,88% dan sempat longsor ke bawah level psikologis US$ 1.700/troy ons.
Koreksi harga emas yang terus berlanjut membuat harga komoditas itu jatuh ke posisi terendah dalam sembilan bulan terakhir. Bahkan rata-rata harga emas 50 hari terakhir (simple moving average 50/SMA50) sudah berada di bawah rata-rata harga 100 hari dan 200 hari terakhir.
Pola dead cross yang memicu tekanan jual emas dan menandai adanya tren bearish terbentuk pada pekan kedua bulan lalu. Seperti diketahui dead cross merupakan salah satu indikator teknikal yang menunjukkan garis SMA50 mulai menembus ke bawah garis SMA200.
Secara sederhana rata-rata harga emas dalam 50 hari terakhir sudah di bawah rata-rata harganya dalam 200 hari terakhir.
Pemicu anjloknya harga emas adalah kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS dan penguatan greenback. Indeks dolar yang mengukur posisi mata uang AS terhadap enam mata uang lain naik 1,21%.
Di saat yang sama, imbal hasil nominal (yield) surat utang pemerintah AS bertenor 10 tahun juga naik signifikan. Yield naik 6,73% di minggu ini.
Kenaikan imbal hasil obligasi membuat opportunity cost memegang logam mulia emas menjadi lebih tinggi sehingga kurang dilirik. Maklum emas merupakan aset yang tak memberikan imbal hasil apapun, berbeda dengan saham yang membagikan dividen dan obligasi yang memberikan kupon.
Pasar tampaknya mulai melihat adanya potensi kenaikan inflasi sehingga meminta kompensasi lewat kenaikan imbal hasil surat utang pemerintah AS. Kendati secara nominal imbal hasilnya naik, tetapi secara riil yield-nya masih sangat rendah.
Imbal hasil riil obligasi AS tenor 10 tahun masih di kisaran 0,05% mengingat yieldnominalnya di 1,55% dan inflasi berada di 1,5%.
Dalam acara Wall Street Journal Jobs Summit yang diselenggarakan kemarin, bos The Fed Jerome Powell mengaminkan memang ada kemungkinan inflasi mengalami kenaikan.
Namun kenaikan tersebut hanya bersifat temporer bukan persisten. Powell menilai bahwa ekspektasi inflasi untuk jangka panjang masih berada di sasaran target bank sentral sebesar 2%.
Powell tampaknya tak terlalu mengkhawatirkan kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor panjang yang terjadi belakangan ini. “Saya akan prihatin dengan kekacauan di pasar keuangan atau pengetatan yang tidak diinginkan. Ini bukan tentang satu harga tertentu,” kata Powell.
Bos bank sentral negeri adikuasa tersebut tidak memberikan sinyal lebih lanjut tentang kebijakan moneter yang mendetail. Namun banyak pihak yang menilai sebenarnya The Fed bisa menggunakan operation twist untuk membuat suku bunga jangka panjang menjadi lebih rendah.
Sebagai informasi operation twist adalah ketika The Fed mulai membeli obligasi bertenor panjang sehingga bisa membuat yield curve melandai. Bagaimanapun juga kebijakan makro di AS masih akan tetap akomodatif.
Suku bunga rendah dan likuiditas berlimpah membuat kondisi ini sebenarnya cocok untuk emas. Namun risk appetite dan gejolak yang terjadi di pasar juga turut menekan harga emas. Beberapa analis merekomendasikan ketika harga emas drop, maka ini adalah saat yang tepat untuk membeli.
Hanya saja analis Wall Street dan investor ritel di mainstreet kompak meramal harga emas akan cenderung turun minggu ini.
Survei yang dilakukan Kitco menunjukkan bahwa 57% analis Wall Street memperkirakan harga emas bakal lebih rendah minggu ini. Sementara bagi responden main street sebanyak 44% menganggap harga emas bakal turun.
Apabila harga emas kembali turun ke bawah US$ 1.700 dan gagal mempertahankan posisinya di US$ 1.675 maka peluang emas untuk anjlok semakin dalam kian terbuka lebar.
Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : Liputan6.com