Setoplah Terjun Bebas, Naga-naganya Emas Bisa Naik Pekan Ini

Harga emas terpantau merangkak naik di perdagangan pagi awal pekan ini setelah ambles ke bawah US$ 1.800/troy ons minggu lalu. Investor dan analis memperkirakan harga emas berpeluang naik untuk minggu ini.

Senin (8/2/2021) harga emas di pasar spot naik 0,15% dibanding posisi penutupan Jumat akhir pekan lalu ke US$ 1.814/troy ons. Harga emas rebound di akhir pekan. Namun tetap terkoreksi 1,87% dibanding minggu sebelumnya.

Tren penguatan dolar AS sejak awal Januari serta faktor teknikal memicutertekannya harga si logam kuning. Penguatan indeks dolar yang mencerminkan posisi greenback terhadap mata uang lain juga menjadi pemicu terkoreksinya harga emas. Indeks dolar menguat 0,46% minggu ini.

Imbal hasil obligasi pemerintah AS yang juga naik tajam turut menekan pergerakan aset tak berimbal hasil seperti emas. Untuk tenor 10 tahun yang menjadi acuan pasar, imbal hasil obligasinya naik dari 1% menjadi 1,17% dalam minggu ini.

Kombinasi kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS dan greenback memicu penurunan harga emas. Di sisi lain faktor teknikal juga semakin membuat tekanan jual emas menjadi masif.

Para trader mewaspadai kemungkinan terjadinya pola death cross untuk harga emas. Pola ini terjadi jika rata-rata harga emas jangka pendek tembus ke bawah rata-rata jangka panjangnya.

Death cross akan cenderung memicu terjadinya aksi jual yang masif di pasar. Sebelumnya di bulan November pola death cross terkonfirmasi. Rata-rata harga emas 50 harian tembus ke bawah rata-rata harga emas 100 harian. Akibatnya harga emas langsung terjun bebas.

Tak kira-kira harga emas yang sebelumnya masih di US$ 1.900/troy ons langsung terpangkas US$ 100/troy ons ke US$ 1.800/troy ons. Sekarang pola death cross itu kembali menghantui lagi.

Survei yang dilakukan oleh Kitco menunjukkan bahwa analis, investor dan pelaku pasar memandang bullish emas minggu ini. Menariknya, pada survei kali ini responden dari kalangan Main Street cenderung lebih pesimistis.

Sebanyak 64% responden Wall Street memandang bullish emas dan 29% berpendapat harga emas cenderung bearish. Sisanya netral. Beralih ke Main Street, responden yang berpandangan tren bullish emas bakal terjadi minggu ini hanya 48%, sebanyak 31% bearish dan sisanya 21% netral.

Namun sebenarnya fundamental emas masih kuat. Hal ini ditopang oleh berbagai indikator makroekonomi. Suku bunga akan tetap di tahan di level yang rendah untuk sementara waktu hingga beberapa tahun ke depan. Kebijakan money printing atau QE masih akan ditempuh oleh bank sentral terutama The Fed (otoritas moneter AS).

Dari sisi fiskal, pemerintahan Joe Biden masih terus berupaya untuk meng-goal-kan stimulus fiskal senilai US$ 1,9 triliun. Injeksi likuiditas ke perekonomian yang masif akan semakin mendevaluasi dolar AS.

Tren pelemahan dolar diperkirakan berlanjut di tahun ini. Ketika dolar AS melemah dan pasokan uang beredar tinggi, maka ada ancaman inflasi yang tinggi di depan mata. Untuk berlindung dari inflasi, investor kemungkinan besar akan menyisihkan sebagian dananya untuk membeli emas sebagai aset untuk diversifikasi dan hedging.

 

 

 

 

Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : Bareksa

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *