Emas Sedang Rapuh, Harganya Sekarang ke Bawah US$ 1.850/Oz
Harga logam mulia emas kembali melorot ke bawah US$ 1.850/troy ons (oz). Pelaku pasar masih wait & see mencermati kebijakan fiskal AS di bawah pemerintahan Joe Biden serta arah kebijakan moneter bank sentral Federal Reserves (The Fed).
Rabu (27/1/2021), harga emas di pasar spot lanjut terkoreksi 0,2% ke US$ 1.846,71/troy ons. Padahal greenback sedang melemah 0,02%. Namun imbal hasil obligasi pemerintah AS untuk tenor 10 tahun mengalami kenaikan sebesar 0,3% menjadi 1,04%.
Harga emas kembali tertekan menyusul adanya ketidakpastian soal kebijakan stimulus jumbo senilai US$ 1,9 triliun yang diusulkan oleh Presiden AS ke-46 Joe Biden. Ada kabar bahwa diskusi di Kongres berjalan dengan alot karena pihak Partai Republik keberatan dengan usulan tersebut.
Di saat yang sama pelaku pasar juga sedang menanti kebijakan moneter The Fed yang akan diumumkan Kamis dini hari nanti waktu Indonesia. The Fed diperkirakan bakal tetap mempertahankan kebijakan akomodatifnya.
Suku bunga akan ditahan di level yang rendah mendekati nol persen dan tidak akan dinaikkan setidaknya sampai tahun 2023. The Fed juga masih akan terus melanjutkan program pembelian aset lewat quantitative easing dengan nilai mencapai US$ 120 miliar per bulan.
“Tidak ada kejelasan ke mana pengeluaran fiskal akan dibelanjakan, tidak ada kejelasan penuh tentang bagaimana bank sentral akan bereaksi … ketidakpastian ini menjadi pembatas bagi emas,” kata Bart Melek, kepala strategi komoditas di TD Sekuritas kepada Reuters.
Bagi pelaku pasar dan investor, emas tak ubahnya sebagai nilai tukar dan mata uang. Sama seperti dolar AS, yen hingga euro. Namun emas bukanlah sembarang alat tukar. Selain berperan sebagai ‘uang’ emas juga memiliki karakteristik sebagai aset yang tak memberikan imbal hasil.
Kenaikan dan penurunan harga emas sangat dipengaruhi oleh dinamika permintaan dan pasokan serta keyakinan para pelaku pasar. Tidak seperti saham yang memberikan dividen dan obligasi dengan kuponnya, keuntungan emas hanya didapat dari volatilitas harganya semata.
Emas juga dianggap sebagai salah satu aset minim risiko dan digunakan sebagai aset untuk lindung nilai (hedging) terutama terhadap inflasi atau devaluasi mata uang.
Saat bank sentral jor-joran mencetak uang fiat tanpa underlying apapun dan kebijakan fiskal pun ekspansif ada kekhawatiran pasokan uang yang beredar memicu inflasi tinggi.
Saat ini inflasi memang masih tergolong jinak mengingat kecepatan uang berpindah tangan masih relatif lambat seiring dengan maraknya lockdown di berbagai negara. Namun jika ekonomi mulai bergeliat lagi di mana korporasi mulai ekspansif dan konsumen mulai berbelanja sehingga aggregate demand naik sementara pasokan tidak mencukupi inflasi akan terjadi.
Emas digunakan sebagai aset untuk hedging karena pasokannya terbatas dan tidak bisa begitu saja diutak-atik oleh bank sentral sebagaimana mata uang fiat sekarang, sehingga dengan jumlah yang terbatas tersebut emas diharapkan dapat menjaga kekayaan pelaku pasar dan investor dari inflasi.
Namun tetap saja emas akan dilirik ketika biaya peluang memegang aset ini rendah. Di tengah tren kenaikan saham dan aksi spekulasi pasar di aset cryptocurrency emas seolah menjadi kurang seksi di mata investor lantaran kurang memberikan cuan yang tebal.
Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : Tirto.ID