Minyak Sentuh Level Tertinggi 11 Bulan, Awas Ada Warning!
Harga minyak mentah saat ini masih bertahan di kisaran tertingginya dalam kurun waktu 11 bulan. Keputusan Arab Saudi untuk memangkas produksi secara sukarela membantu mendongkrak harga. Namun apabila kondisi pasar masih belum kondusif dengan permintaan masih rendah, harga berpotensi turun.
Mengawali perdagangan pekan ini harga kontrak futures (berjangka) cenderung tak banyak bergerak. Senin (11/1/2021), harga kontrak futures West Texas Intermediate (WTI) menguat tipis 0,02% ke US$ 52,25/barel. Sementara itu kontrak Brent dibanderol di US$ 55,87/barel.
Arab Saudi memutuskan untuk memangkas outputnya secara sukarela sebesar 1 juta barel per hari (bph) untuk periode Februari dan Maret 2021, sehingga Rusia dan beberapa negara lain yang ingin meningkatkan produksinya dapat terkompensasi dan harga si emas hitam tidak turun.
Para produsen yang tergabung dalam OPEC+ setuju sebagian besar produsen akan mempertahankan produksinya pada Februari dan Maret sementara mengizinkan Rusia serta Kazakhstan untuk meningkatkan produksi sebesar 75 ribu bph pada Februari dan 75 ribu bph pada Maret.
Sentimen lain yang juga ikut mengerek kenaikan harga minyak adalah kemungkinan stimulus fiskal yang lebih besar di bawah pemerintahan Joe Biden. Seperti yang diketahui bahwa Joe Biden berasal dari Partai Demokrat dan kini Partai Biru tersebut mengusai kongres yang berisi Senat & The House (DPR AS).
Rencana untuk menggelontorkan stimulus yang lebih besar kemungkinan bisa diloloskan dengan mudah setelah pemilihan Senat di Georgia dimenangkan oleh Demokrat. Stimulus dan kebijakan fiskal ekspansif terutama untuk sektor infrastruktur diharapkan bisa mendongkrak permintaan minyak diesel.
Namun harga minyak berpotensi mengalami koreksi dalam beberapa bulan ke depan apabila permintaan masih rendah akibat kebijakan social distancing yang semakin marak dilakukan di banyak negara menyusul lonjakan kasus Covid-19 yang terjadi.
Namun harga minyak berpotensi mengalami koreksi dalam beberapa bulan ke depan apabila permintaan masih rendah akibat kebijakan social distancing yang semakin marak dilakukan di banyak negara menyusul lonjakan kasus Covid-19 yang terjadi.
Setelah menemukan varian baru virus Corona yang disebut 70% lebih menular, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson memutuskan untuk menerapkan lockdown.
Masih di Eropa, Jerman memperpanjang pemberlakuan social distancing ketat hingga akhir bulan ini. Sementara Italia membatasi mobilitas penduduk di 20 wilayah dengan tingkat penyebaran virus yang tinggi.
Negara-negara Asia pun menerapkan hal serupa. Jepang kembali memberlakukan kondisi darurat di wilayah Tokyo dan sekitarnya. China juga memperketat pembatasan di daerah Beijing, Shijazhuang, dan Hebei. Sedangkan Indonesia memperketat pergerakan warga di sejumlah daerah Jawa-Bali.
Mobilitas masyarakat yang terbatas membuat permintaan energi akan turun sehingga membuat prospek kenaikan harga minyak menjadi samar-samar. Apalagi harga sudah naik tinggi, yang membuat investor tergoda untuk melakukan ambil untung (profit taking).
Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : Okezone