Kemarin Drop, Hari Ini Harga Minyak Naik Tipis
Semalam harga minyak mentah drop cukup dalam. Namun pagi ini Selasa (13/10/2020), harga emas hitam tersebut mengalami apresiasi.
Pada 08.45 WIB, harga minyak mentah berjangka acuan internasional Brent naik 0,12% ke US$ 41,77/barel. Di saat yang sama minyak patokan AS West Texas Intermediate (WTI) juga naik 0,1% ke US$ 39,47/barel.
Pada perdagangan sebelumnya, harga minyak ditutup ambles lebih dari 2%. Brent terpangkas US$ 1,13 atau 2,6% menjadi US$ 41,72/barel dan WTI turun US$ 1,17 atau 2,9% ke US$ 39,43/barel.
Dibukanya blokade ladang minyak Libya Sharara membuat produksi emas hitam negara tersebut berpotensi mencapai 350 ribu barel per hari (bpd). Sebelum diblokir total output Libya mencapai 1,2 juta bpd.
Setelah dibuka output minyak Libya berangsur membaik dan sebelumnya sempat diperkirakan mencapai 250 ribu bpd. Ini tentu menjadi tantangan baru bagi OPEC yang tengah berupaya untuk memangkas produksi minyaknya guna menopang harga yang sudah anjlok jika dibandingkan awal tahun.
“Ini merupakan kenaikan produksi yang besar ketika Anda tak membutuhkan pasokan tersebut yang menjadi berita buruk dari sisi pasokan” kata Bob Yawger, Direktur Kontrak Futures Energy di Mizuho New York kepada Reuters.
Berbagai kabar lain yang juga menekan harga minyak mentah memang lebih disumbang dari sisi pasokan. Pertama adalah aksi mogok kerja di Norwegia yang sudah berhenti.
Reuters melaporkan, perusahaan minyak Norwegia melakukan negosiasi upah dengan serikat pekerja pada hari Jumat sekaligus mengakhiri pemogokan 10 hari kerja yang mengancam dan memangkas produksi minyak dan gas negara itu mendekati 25% minggu depan.
Namun aksi mogok kerja sudah berakhir dan sekaligus menjadi faktor pemicu amblesnya harga minyak. “Salah satu faktor bullish yang telah mendukung harga jatuh di akhir hari ketika diumumkan bahwa Norwegia akan mengakhiri pemogokan mereka,” kata Phil Flynn, analis senior di Price Futures Group di Chicago.
Kemudian pasokan di AS juga berpotensi kembali pulih pasca badai Delta yang membuat produksi beberapa perusahaan minyak di Texas kembali beroperasi.
Poin yang juga membebani harga adalah perbedaan pandangan soal besaran stimulus antara pemerintah, Demokrat dan Republik. Trump mengusulkan nominalnya di angka US$ 1,8 triliun.
Sementara dari Partai Republik mengusulkan besaran stimulus tak boleh melebihi US$ 1,5 triliun. Di saat yang sama Demokrat tetap mengusulkan di angka US$ 2,2 triliun. Apabila stimulus tak segera disahkan dan didistribusikan, maka chance untuk mendongkrak lagi perekonomian sekaligus permintaan minyak jadi kurang efektif.
Reuters melaporkan ke depan, JP Morgan mengatakan bahwa prospek permintaan minyak global yang memburuk karena potensi kenaikan kasus virus corona musim dingin ini, kemungkinan akan mendorong Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) untuk membalikkan rencana pelonggaran pemotongan minyak pada tahun 2021, dengan Arab Saudi menawarkan pemotongan lebih dalam di bawah kuota saat ini.
Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : Okezone Ekonomi