Rupiah Menguat ke Rp14.705 per Dolar Meski di Tengah Tekanan
Nilai tukar rupiah berada di level Rp14.705 per dolar AS pada Senin (7/9) pagi. Posisi ini menguat 45 poin atau 0,31 persen dari Rp14.750 pada Jumat (4/9) sore.
Di kawasan Asia, rupiah menguat bersama mayoritas mata uang lainnya. Bahkan, rupiah berhasil memimpin penguatan para mata uang.
Won Korea Selatan menguat 0,26 persen, yuan China 0,18 persen, baht Thailand 0,12 persen, dan peso Filipina 0,09 persen. Sementara dolar Hong Kong stagnan. Sedangkan yen Jepang melemah 0,03 persen dan dolar Singapura minus 0,01 persen.
Sebaliknya, mayoritas mata uang utama negara maju justru berada di zona merah. Poundsterling Inggris melemah 0,21 persen, dolar Kanada minus 0,09 persen, franc Swiss minus 0,04 persen, dan euro Eropa minus 0,01 persen.
Hanya rubel Rusia yang menguat 0,11 persen dan dolar Australia 0,06 persen.
Analis sekaligus Kepala Riset Monex Investindo Ariston Tjendra memperkirakan rupiah akan melemah dari dolar AS pada hari ini, meski dibuka menguat. Proyeksinya mata uang Garuda akan bergerak di kisaran Rp14.650 sampai Rp14.850 per dolar AS.
Sentimen utama pelemahan rupiah berasal dari penguatan dolar AS akibat sinyal pemulihan ekonomi Negeri Paman Sam yang terbaca dari data tenaga kerja periode Agustus 2020. Hal ini turut menekan mata uang lain juga.
“Rupiah berpotensi tertekan terhadap dolar AS di hari Senin ini,” ujar Ariston kepada CNNIndonesia.com, Senin (7/9).
Selain itu, potensi pelemahan rupiah juga datang dari ketegangan hubungan antara AS-China kembali memanas. Hal ini dipicu oleh rencana AS yang ingin menambahkan perusahaan semi konduktor terbesar di China, SMIC ke dalam daftar hitam (blacklist).
“Isu ini bisa memberikan tekanan ke aset berisiko termasuk rupiah,” katanya.
Kendati begitu, menurutnya, potensi pelemahan rupiah tidak cukup panjang pada pekan ini. Sebab, ada beberapa sentimen yang bisa mengangkat kurs rupiah.
Misalnya, rilis data neraca perdagangan dari China hingga data produksi industri Jerman. Kedua data akan memberi indikasi bagi prospek pemulihan ekonomi global di tengah pandemi virus corona atau covid-19.
“Bila kedua angka ini lebih bagus dari proyeksi, penurunan aset berisiko mungkin bisa tertahan,” pungkasnya.
Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : Bisnis.com