Inflasi di AS Naik Tinggi, Harga Emas Dunia Pepet US$ 1.900

Data inflasi Amerika Serikat (AS) yang tinggi membuat harga emas dunia kembali mepet ke US$ 1.900/troy ons. Namun kebijakan bank sentral AS yang diperkirakan bakal mengurangi besaran stimulusnya (tapering) masih membayangi harga emas.

Jumat (11/6/2021), harga emas dunia di pasar spot melanjutkan penguatannya. Meski hanya naik 0,07% si logam kuning kini sudah berada di US$ 1.899,98/troy ons.

Inflasi AS di bulan Mei tercatat naik 5% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan estimasi konsensus di angka 4,8% dan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan angka inflasi bulan April di 4,2%. Dengan begitu kini inflasi berada di tingkat tertingginya dalam lebih dari satu dekade di Negeri Paman Sam.

Menurut EB Tucker selaku direktur di Metalla Royalty dalam wawancara dengan Kitco News, pemerintah memang menginginkan inflasi yang lebih tinggi sehingga kebijakan diarahkan ke sana. Salah satunya adalah dengan memberikan stimulus.

Koordinasi kebijakan moneter dan fiskal yang ekspansif membuat uang yang masuk ke perekonomian riil meningkat. Likuiditas yang berlimpah dibarengi dengan pembukaan ekonomi yang gradual membuat konsumen yang tadinya menyimpan uang di bank mulai berbelanja.

Peningkatan permintaan membuat korporasi dan sektor usaha kembali bergeliat dan mulai berpikir untuk ekspansi. Dibukanya kembali ekonomi dari penguncian ketat membuat roda perekonomian melaju lebih kencang. Inflasi adalah salah satu konsekuensinya selain dibantu oleh fenomena low base effect.

Inflasi adalah hal yang bagus untuk emas. Ketika inflasi yang tinggi terjadi artinya nilai dolar AS terhadap barang dan jasa melemah. Daya beli dolar turun. Devaluasi mata uang membuat kekayaan pelaku ekonomi menjadi tergerus.

Tentu saja tak ada yang ingin kekayaannya berkurang karena inflasi. Maka dari itu banyak yang mencari aset-aset untuk lindung nilai (hedging) dari inflasi. Emas berbeda dengan mata uang fiat yang selama ini peredaran dan ‘harganya’ diatur oleh bank sentral lewat suku bunga.

Suplai emas cenderung terbatas dan konsisten. Keterbatasannya relatif terhadap mata uang fiat secara nilai historisnya sebagai mata uang zaman dulu membuat emas menjadi salah satu aset yang digunakan untuk hedging dari inflasi. Sebab itulah emas diburu.

Namun inflasi yang tinggi tentu saja tak akan dibiarkan oleh pemerintah dan bank sentral karena hanya akan menimbulkan instabilitas. Bak suhu tubuh manusia, inflasi harus dijaga di level tertentu agar perekonomian tetap bisa tumbuh dan stabil.

Saat inflasi tinggi pemerintah lewat kebijakan fiskal bisa meningkatkan tarif pajak. Sementara bank sentral bisa menyedot likuiditas yang beredar di pasar maupun menaikkan suku bunga.

Berkaca pada krisis sebelumnya yaitu krisis keuangan global 2008, saat bank sentral AS The Fed mulai mengurangi besaran stimulusnya (tapering) dampaknya adalah dolar AS naik dan emas tertekan.

Kala itu emas mencapai level tertingginya pada 2011. Namun setelah tapering diumumkan, harga emas cenderung downtrend. Emas pun sampai kehilangan nilainya relatif terhadap dolar AS sebesar 45%.

Apakah hal tersebut akan terjadi lagi. Kemungkinan besar iya. Namun sangat tergantung pada kapan The Fed akan mulai menginisiasi pengetatan moneternya.

 

 

 

 

Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : CNN Indonesia

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *