Stok Bensin AS Turun, Harga Minyak Malah Terpeleset
Harga minyak mentah kembali tergelincir. Kendati demikian harga emas hitam untuk kontrak yang ramai diperjualbelikan di bursa futures cenderung stabil di rentang US$ 40/barel.
Kamis (9/7/2020) waktu perdagangan Asia, harga minyak mentah terpangkas. Pada 09.45 WIB harga minyak acuan global Brent turun tipis 0,11% ke US$ 43,22/barel. Sementara itu harga minyak patokan Amerika Serikat (AS), West Texas Intermediate (WTI) terkoreksi 0,39% ke US$ 40,74/barel.
Meski ekonomi mulai menunjukkan pemulihan, kenaikan kasus infeksi virus corona yang meningkat akhir-akhir ini seolah membuat prospek ekonomi ke depan menjadi suram. Sentimen ini membuat harga minyak rawan terkena koreksi, meski cenderung stabil sejak bulan Juni.
“Pasar saat ini sedang berjuang mendapatkan keyakinan untuk naik saat ini” kata Lachlan Shaw, kepala riset komoditas di National Australia Bank kepada Reuters. “Ada bukti yang campur aduk terkait permintaan” tambahnya.
Pada Rabu kemarin (8/7/2020), rilis data dari Energy Information Administration (EIA) AS membuat harga minyak naik.
Data resmi pemerintah Negeri Paman Sam tersebut menunjukkan stok bensin AS pekan lalu turun 4,8 juta barel. Jauh lebih besar dari yang diperkirakan analis menyusul permintaan yang membaik hingga 8,8 juta barel per hari (bpd) dan menjadi yang tertinggi sejak 20 Maret.
Namun di balik kabar baik ini, ada kabar buruk yang terselip. Kenaikan kasus infeksi virus corona di AS memunculkan kekhawatiran diterapkannya kembali lockdown. Saat karantina wilayah diterapkan pada April lalu di berbagai negara, permintaan terhadap minyak anjlok sampai 30%.
Reuters melaporkan, permintaan bensin di wilayah-wilayah AS yang mulai menerapkan pembatasan cenderung menurun. Sementara di bagian timur AS yang kasusnya relatif sudah terkontrol cenderung membaik. Hal ini juga diungkapkan oleh Lachlan Saw.
Kemarin, AS melaporkan ada tambahan 58.000 kasus baru orang yang terinfeksi virus corona. Tambahan kasus tertinggi yang pernah tercatat dalam 24 jam. Berdasarkan perhitungan Reuters ada 42 dari 50 negara bagian AS yang melaporkan kenaikan kasus.
Saat ini pelaku pasar juga tengah mencermati apa yang dilakukan oleh negara-negara produsen minyak yang tergabung dalam OPEC+. Pada April lalu OPEC+ sepakat untuk memangkas 9,7 juta bpd minyak atau setara dengan 10% output global hingga Juli.
Namun beberapa negara seperti Iraq dan Nigeria memiliki komitmen rendah terhadap kesepakatan tersebut. Setelah mendapat tekanan dari berbagai pihak, akhirnya Iraq dan Nigeria meningkatkan kepatuhannya pada bulan lalu.
Pada 15 Juli nanti panel dan supervisor OPEC+ dikabarkan akan menggelar rapat untuk melihat perkembangan pasar dan upaya pemangkasan produksi minyak organisasi. Panel ini juga yang terus mendorong Iraq dan Nigeria untuk terus memangkas outputnya.
Angola dikabarkan sepakat untuk berkomitmen untuk memangkas pasokannya dan akan memotong lebih banyak produksi pada Juli hingga September untuk menutup kelebihan produksinya.
Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : TeleTrader.com
[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]