OPEC+ & China Buat Harga Minyak Mentah Tak Jadi Terjun Bebas
Upaya para produsen minyak global yang tergabung dalam OPEC+ seperti Arab Saudi, Rusia dan koleganya untuk memangkas produksi besar-besaran setidaknya mampu membuat pasar tidak terlalu gelisah di tengah ancaman gelombang kedua wabah.
Pagi ini Selasa (16/6/2020) pukul 08.10 WIB harga minyak mentah masih terkoreksi tetapi tak banyak usai melesat hingga 2% pada perdagangan kemarin. Brent turun 0,28% ke US$ 39,61/barel dan minyak mentah acuan Amerika Serikat (AS) yakni West Texas Intermediate (WTI) terpangkas 0,57% ke US$ 36,91/barel.
Kasus infeksi virus corona kini sudah melampaui angka 8 juta secara global. Peningkatan signifikan terjadi di Amerika Latin. Sementara itu AS dan China kini harus berjuang dengan lonjakan kasus baru yang terjadi beberapa hari terakhir.
Reuters melaporkan, setelah dua bulan tanpa kasus infeksi baru, Beijing melaporkan adanya 79 kasus baru dalam empat hari terakhir. Kabar ini membuat pasar kembali cemas akan ancaman gelombang kedua wabah.
Harga minyak mentah untuk kontrak yang ramai diperdagangkan pun melorot ke bawah US$ 40/barel. Namun ada faktor yang membuat harga minyak tak jatuh bebas di tengah kondisi seperti sekarang ini.
OPEC+ terus berupaya untuk memastikan bahwa pemangkasan produksi sebesar 9,7 juta barel per hari (bpd) hingga bulan Juli benar-benar dipatuhi oleh anggotanya terutama beberapa negara seperti Iraq yang komitmennya rendah di bulan lalu.
Mengutip Reuters, perusahaan minyak Iraq setuju untuk memangkas lebih jauh produksinya pada bulan Juni ini.
“Hal ini setidaknya mampu mengurangi sentimen negatif di pasar” kata Phil Flynn, senior analis di Price Futures Group. “Ini adalah bentuk ketakutan akan virus corona versus realita di lapangan” tambahnya.
Optimisme bahwa OPEC+ mampu memegang teguh komitmen untuk memangkas output disampaikan langsung oleh Menteri Energi Uni Emirat Arab. Panel pengawas OPEC+ dijadwalkan akan menghelat pertemuan Kamis ini untuk memonitor perkembangan pelaksanaan pemangkasan output.
Sentimen positif lain yang juga mampu meredam kejatuhan harga adalah kenaikan hasil produk minyak mentah akibat produksi kilang minyak yang meningkat 8,2% (yoy) untuk mengimbangi kenaikan permintaan.
Di sisi lain produksi minyak AS (shale oil) juga diperkirakan akan drop menjadi 7,63 juta bpd pada Juli nanti menurut EIA. Perusahaan jasa energi AS, Baker Hughes melaporkan jumlah rig yang digunakan di AS turun di bawah angka 200 dan menjadi yang terendah sejak 2009.
Untuk saat ini dua kabar positif tersebut membuat harga minyak masih cenderung stabil di dekat level US$ 40/barel.
Namun jika lonjakan kasus harian terus terjadi dan bahkan tereskalasi secara jumlah dan geografis hingga menyebabkan lockdown kembali diterapkan, maka harga minyak akan kembali sangat tertekan. Apalagi kalau OPEC+ gagal capai konsensus untuk pangkas lagi outputnya.
Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : Republika