Rupiah Melemah ke Rp14.964 per Dolar AS Usai Libur Panjang
Nilai tukar rupiah berada di posisi Rp14.964 per dolar AS pada Senin (4/5). Posisi ini melemah 82 poin atau 0,55 persen dari Rp14.882 per dolar AS pada Kamis (30/4).
Di Asia, rupiah melemah bersama ringgit Malaysia minus 1 persen, won Korea Selatan minus 0,52 persen, baht Thailand minus 0,27 persen, dan dolar Singapura 0,18 persen.
Sementara dolar Hong Kong menguat 0,01 persen, peso Filipina 0,06 persen, dan yen Jepang 0,16 persen. Begitu pula dengan mata uang utama negara maju, mayoritas melemah dari dolar AS. Dolar Australia melemah 0,42 persen dan poundsterling Inggris minus 0,3 persen.
Kemudian, euro Eropa minus 0,29 persen, dolar Kanada minus 0,26 persen, dan franc Swiss minus 0,22 persen. Hanya rubel Rusia yang menguat 0,15 persen dari mata uang Negeri Paman Sam.
Kemudian, euro Eropa minus 0,29 persen, dolar Kanada minus 0,26 persen, dan franc Swiss minus 0,22 persen. Hanya rubel Rusia yang menguat 0,15 persen dari mata uang Negeri Paman Sam.
Analis sekaligus Kepala Riset Monex Investindo Ariston Tjendra memperkirakan rupiah dan sejumlah mata uang akan tertekan sentimen kekhawatiran pasar pada hari ini. Proyeksinya, mata uang Garuda akan bergerak di kisaran Rp14.800 sampai Rp15 ribu per dolar AS.
Ia mengatakan sentimen kekhawatiran muncul dari pelaku pasar karena pelonggaran penutupan akses wilayah (lockdown) di Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa. Pelaku pasar, katanya, mengharapkan kebijakan ini bisa kembali memulihkan ekonomi.
Namun belakangan, justru dikhawatirkan bisa menambah jumlah kasus positif virus corona atau Covid-19. Apalagi, ada ancaman pandemi corona gelombang kedua.
“Sentimen negatif kelihatan membayangi pergerakan pasar keuangan hari ini. Rupiah mungkin bisa ikut melemah akibat sentimen negatif tersebut,” ucap Ariston kepada CNNIndonesia.com, Senin (4/5).
Ariston bilang mata uang juga akan tertekan oleh data-data ekonomi yang tak kunjung membaik di tengah pandemi corona. Beberapa data ekonomi dari beberapa negara terdampak corona pun akan dirilis pada pekan ini.
Mulai dari data ketenagakerjaan, indeks aktivitas sektor jasa dan manufaktur, neraca perdagangan, hingga pertumbuhan ekonomi. Indonesia sendiri akan merilis data pertumbuhan ekonomi pada Selasa (5/5) besok.
Di sisi lain, pelaku pasar khawatir provokasi AS kepada China soal virus corona justru memicu perang baru diantara kedua negara dengan ekonomi terbesar di dunia. Hal ini dikhawatirkan mengulang cerita perang dagang keduanya dalam beberapa tahun terakhir.
“Pasar juga mengantisipasi buruknya data-data ekonomi di AS dan di negara-negara pandemi lainnnya yang akan dirilis pekan ini,” katanya.
Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : BeritaSatu.com