Kementerian ATR Soroti Kekacauan Parkir Ojol di DKI
Direktur Jenderal Tata Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertahanan Nasional (ATR/BPN) Abdul Kamarzuki menyoroti permasalahan tata ruang transportasi Ibu Kota, khususnya yang menyangkut ojek online (ojol). Dia menyebut salah satu faktor utama kekacauan lalu lintas di ibu kota disebabkan sulitnya lahan parkir untuk ojol.
Atas dasar itulah, Kementerian ATR/BPN menyarankan kepada Pemda DKI Jakarta untuk mengatasi masalah tersebut. Perbaikan bisa dilakukan melalui revisi Rancangan Detail Tata Ruang (RDTR).
Dia menambahkan dalam revisi, Pemda DKI Jakarta bisa memasukkan syarat agar pendirian stasiun nanti dilengkapi dengan parkir ojek online supaya tidak menimbulkan kemacetan dan kekacauan lalu lintas. “Paling kami (ATR/BPN) mengeluarkan persyaratan di RDTR, kalau DKI sedang revisi RDTR agar memasukkan persyaratan di stasiun harus ada parkir ojek online,” jelasnya pada Selasa (10/3).
Ia mengatakan Kementerian ATR memang memiliki kewenangan terbatas. Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, dijelaskan kewenangan perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian tata ruang provinsi diserahkan kepada pemda.
Ini mencakup penetapan kawasan strategis provinsi. Sepaham, Dirjen Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah Kementerian ATR/BPN Budi Situmorang menyebut kekacauan lalu lintas akibat ojek online terletak pada titik jemput dan pangkal yang bisa di mana saja.
Kondisi tersebut membuat para penyedia jasa ojol bisa berhenti secara sembarangan di sepanjang jalan sehingge menimbulkan kemacetan. Legalitas status yang masih menjadi pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menjadikan ojol sebagai transportasi pribadi juga memberikan masalah untuk menata ojol.
Status tersebut, menurut Budi, menjadikan penertiban ojol sulit untuk dilakukan. “Dari sisi pengendalian kami akan lihat nanti kalau memang ada tempat-tempat tertentu akan coba rekomendasikan daerah tersebut karena memang peraturan zonasinya pasti ada. Khusus sistem transportasi publik itu masih dimungkinkan tempat itu dimanfaatkan,” ucapnya.
Sebelumnya, legalitas status angkutan umum ojol sempat menjadi topik pembahasan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Pembahasan berlarut tersebut sulit terealisasi, sebab, dalam UU Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tak disebutkan sepeda motor boleh menjadi angkutan umum.
Kendati begitu, pemerintah melalui Kementerian Perhubungan sebelumnya telah menerbitkan Peraturan Menteri (PM) Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019 Tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat atas dasar diskresi. PM ini merespons tuntutan pengemudi ojol soal tarif.
Sementara, Kementerian Perhubungan memutuskan menaikkan tarif ojek online yakni batas bawah sebesar Rp250 per km dan batas atas naik Rp150 per km. Kenaikan ini akan berlaku mulai 16 Maret 2020.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi mengatakan tarif batas bawah ojol naik menjadi Rp2.250 dan batas atas menjadi Rp2.650.
Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : Pantau.com
[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]