China Berubah di Natuna, Dari Provokasi Menjadi Santun
China mulai menanggapi santun ketegangan yang terjadi di Laut Natuna. Bukan bersifat tantangan seperti saat awal masalah ini mencuat hampir dua pekan lalu. Kini China menilai masalah ini dinilai perlu diselesaikan dengan komunikasi.
Juru Bicara Menteri Luar Negeri China, Geng Shuang, mengatakan China dan Indonesia telah berkomunikasi secara diplomatik terkait permasalahan ini.
“China dan Indonesia adalah mitra strategis yang komprehensif. Di antara kami, persahabatan dan kerja sama adalah arus utama, sementara perbedaan hanyalah cabang,” kata Geng Shuang, dikutip dari situs resmi Kementerian Luar Negeri China, Rabu (8/2/2020).
“Sebagai negara pesisir Laut Cina Selatan dan negara-negara besar di kawasan ini, China dan Indonesia memikul tugas penting untuk menjaga perdamaian dan stabilitas regional,” lanjutnya.
Lebih jauh Geng mengatakan, China selalu memandang hubungan bilateral dengan Indonesia dari perspektif strategis dan jangka panjang. Ia percaya Indonesia juga akan memiliki gambaran yang lebih besar tentang hubungan bilateral dan stabilitas regional.
Namun, sebenarnya respons ini berbeda dengan pernyataan yang muncul beberapa waktu lalu. Dalam konferensi persnya Kamis (2/1/2019), pemerintah China mengklaim sudah mematuhi hukum internasional. Bahkan Geng Shuang menegaskan, negaranya berkepentingan di perairan tersebut.
“Saya ingin menekankan bahwa posisi dan proposisi China mematuhi hukum internasional, termasuk UNCLOS (United Nations Convention for the Law of the Sea/hukum laut internasional),” katanya.
“Jadi apakah pihak Indonesia menerimanya atau tidak, tidak ada yang akan mengubah fakta objektif bahwa China memiliki hak dan kepentingan atas perairan yang relevan (relevant waters),” tambah Geng.
“Apa yang disebut putusan arbitrase Laut China Selatan itu ilegal, batal berdasarkan hukum, dan kami telah lama menegaskan bahwa China tidak menerima atau mengakui hal itu. Pihak China dengan tegas menentang negara, organisasi atau individu mana pun yang menggunakan putusan arbitrase yang tidak sah untuk merugikan kepentingan China.” Tegasnya.
Kasus ini bermula kala kapal pencari ikan dan coast guard milik China berlayar di kawasan perairan Natuna yang berdasarkan Konvensi United Nations Convention on The Law of The Sea (UNCLOS) 1982 masuk dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.
Demi menjaga keamanan, TNI dan Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI terus disiagakan di Perairan Natuna yang masuk dalam Provinsi Riau untuk memantau kondisi di sana.
Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : Detik News
[social_warfare
buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]