BI: Global Belum Kondusif, Emas Jadi Safe Haven Assets

Bank Indonesia (BI) mengungkapkan ketidakpastian pasar keuangan masih menghantui di tengah naiknya indikator Economic Policy Uncertainty (EPU) dan Volatility Index (VIX) sehingga membuat pelaku pasar mengalihkan investasi ke aset aman (safe heaven), salah satunya emas.

Pasar keuangan yang tidak menentu dipengaruhi, salah satunya karena belum meredanya hubungan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.

EPU adalah indikator ketidakpastian atas kebijakan ekonomi yang disebut, sementara VIX adalah indeks yang mengukur rentang fluktuasi harga dari instrumen keuangan.

Dalam Laporan Tinjauan Kebijakan Moneter bulan September 2019 yang dirilis oleh BI, juga menyebut bahwa risk aversion atau bentuk penghindaran risiko atas ketegangan hubungan dagang AS-China mendorong investor melirik permintaan atas surat utang pemerintah AS, atau US Treasury yang berdampak pada imbal hasil (yield) obligasi AS yang semakin rendah.

“Permintaan terhadap US Treasury masih tinggi tercermin dari term premium [yield] yang terus turun dan spread yang masih menarik terutama terhadap Euro bond,” tulis BI, seperti dikutip dari laporan tersebut, Senin (23/9/2019).

Di Jepang, yield juga mengalami penurunan, percsis seperti pergerakan yield surat utang milik AS, yang disebabkan karena adanya permintaan terhadap Japannese Government Bond (JGB) dan US Treasury. Ketika permintaan tinggi, maka yield obligasi turun, sementara harga obligasinya naik.

Lebih lanjut, BI menjelaskan, kecemasan akan perlambatan ekonomi global dan potensi resesi yang dihadapi negara-negara maju, membuat emas sebagai salah satu aset aman yang dipercayai pelaku pasar untuk berinvestasi diburu.

“Terdapat peningkatan permintaan atas komoditas emas sebagai safe haven assets, yang tercermin pada kenaikan harga emas. Hal tersebut dipicu oleh kekhawatiran perlambatan ekonomi global dan peningkatan ketidakpastian terutama akibat berlanjutnya ketegangan hubungan dagang,” jelas BI.

Data Refinitiv mencatat, harga komoditas emas di pasar spot pagi ini, Selasa (24/9/2019) masih tinggi. Walau turun 0,11%, harga emas masih di kisaran yang masih tinggi sejak awal tahun yaitu di US$ 1.520,2/ troy ounce. Adapun harga emas Antam juga masih tinggi di level Rp 716.000/gram pada Selasa ini, dari Senin kemarin Rp 713.000/gram.

BI juga menegaskan bahwa respons kebijakan moneter longgar, terutama di negara maju, mendorong aliran masuk modal asing ke negara-negara emerging market tetap berlanjut.

Bahkan dalam 4 hari berturut-turut bank sentral Amerika, The Fed (Federal Reserve), telah menyuntikkan dana dengan total US$ 278 miliar dolar atau lebih dari Rp 3.800 triliun ke pasar uang. Kebijakan ini dilakukan The Fed untuk memenuhi kelangkaan likuiditas di pasar uang antar bank.

Aliran modal ke negara berkembang juga masih tinggi, meskipun disertai dengan peningkatan volatilitas. Hal tersebut mengakibatkan penguatan mata uang regional, termasuk rupiah terhadap dolar AS akibat peningkatan ekspektasi penurunan suku bunga AS untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Aliran modal ke negara berkembang juga sejalan dengan penurunan risiko negara EM (EMBI spread) atau negara berkembang yang mencapai level 342,9 dan indeks persepsi risiko Indonesia (credit default swap/CDS) yang menurun mencapai level 75,4.

 

 

 

 

 

Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : Lampungpro.com

 

 

 

 

[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *