Resesi dan No-Deal Brexit Bisa Bawa Yen Menguat Lagi
Mata uang yen Jepang melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (28/8/19) kemarin. Penguatan bursa saham AS turut mengkerek dolar, tetapi isu resesi serta kisruh politik Inggris masih menguntungkan yen yang menyandang status aset aman (safe Haven)
Pada pagi ini, Kamis (29/8/19) yen kembali menguat 0,09% ke level 106,02/US$ di pasar spot berdasarkan data Refinitiv. Sementara pada Rabu kemarin melemah 0,37%.
Bursa saham AS menguat akibat aksi bargain hunting melihat beberapa saham yang murah setelah turun tajam dalam beberapa hari terakhir. Hal tersebut diungkapkan Adam Sarhan, analis dari 50 Park Investment yang menilai pelaku pasar tertarik dengan saham-saham murah yang diperdagangkan di perdagangan pagi. “Setiap kali pasar jatuh, kita akan melihat pembeli bermunculan meski membatasi pembelian,” ujarnya.
Sementara itu pengamat dari Prudencial Financial Quincy Krosby mengatakan para investor tengah menyeimbangkan kembali portofolio mereka menjelang akhir bulan, di akhir musim panas ini. “Ketika volume turun , pasar bisa bergerak ke arah manapun,” ujarnya sebagaimana dilansir CNBC Indonesia, dari AFP.
Pergerakan bursa saham AS tersebut belum menunjukkan pulihnya sentimen pelaku pasar. Yield obligasi (Treasury) AS masih mengalami inversi yang menjadi sinyal AS akan mengalami resesi.
Inversi terjadi antara yield Treasury Tenor 2 tahun dengan 10 tahun. Artinya, yield tenor pendek lebih tinggi dibandingkan tenor panjang yang menandakan investor melihat ada risiko yang lebih besar dalam jangka pendek.
Data dari Credit Suisse menunjukkan sejak 1978 terjadi lima kali inversi yield obligasi pemerintah AS tenor dua tahun dan 10 tahun. Semuanya menjadi awal terjadinya resesi. Rata-rata resesi akan terjadi 22 bulan setelah inversi.
Sementara itu dari Inggris, Perdana Menteri (PM) Boris Johnson, mengambil langkah untuk membatasi Parlemen Inggris menggagalkan rencana Brexit. PM Johnson berencana menetapkan Pidato Ratu Inggris (Queen’s Speech) pada tanggal 14 Oktober, yang menjadi awal resmi parlemen Inggris kembali aktif.
Hal tersebut tentunya membuat parlemen Inggris memiliki waktu yang singkat untuk membahas rencana Brexit PM Johnson, dan jika hingga 31 Oktober tidak ada keputusan, maka Inggris secara otomatis akan keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan alias no-deal.
Isu resesi dan kecemasan akan terjadinya no-deal Brexit tersebut membuat yen berpeluang melanjutkan penguatan di perdagangan hari ini.
Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : metrobali.com
[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]