Pemerintah Rilis Kebijakan Baru Tiket Pesawat Murah September

Pemerintah menyatakan akan menerbitkan kebijakan baru penerbangan murah bulan depan. Kebijakan harga tiket pesawat berbiaya rendah (Low Cost Carrier/LCC) baru tersebut nantinya akan menggantikan happy hour, atau diskon 50 persen bagi 30 persen penumpang di jam-jam tertentu pada Selasa, Kamis, dan Sabtu.

Sekretaris Kementerian Koordinator Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan kebijakan tersebut sedang dirumuskan oleh tim teknis di Kemenko Perekonomian. Pekan depan, Menko Perekonomian Darmin Nasution akan menggelar rapat koordinasi untuk menindaklanjuti rumusan tim teknis.

“Sebulan ini kami harap sudah ada kebijakan baru. Selama ini kami memang mengeluarkan dua kebijakan penerbangan murah, pada Mei dan Juli kemarin. Tapi itu kan jangka pendek, nah kebijakan ini nantinya bersifat jangka panjang,” jelas Susiwijono, Rabu (21/8).

Oleh karena kebijakannya bersifat menengah-panjang, maka pemerintah sangat hati-hati dalam merumuskan jurus baru tarif murah pesawat. Menurutnya, terdapat empat poin yang sedang digodok pemerintah agar tarif murah bisa berlaku dalam jangka panjang.

Pertama, adalah efisiensi sektor penerbangan. Pemerintah tengah mencari jalan agar komponen biaya industri penerbangan bisa lebih efisien, misalnya pemanfaatan fasilitas perawatan pesawat (Maintenance, Operating, and Overhaul/MRO) secara bersama.

Kedua, adalah efisiensi biaya operasional yang berpengaruh langsung ke struktur tarif. Saat ini, lanjut Susiwijono, pemerintah tengah mencari cara agar bisa meminimalisir biaya avtur, yang memang menjadi momok biaya operasional lantaran mengambil 31 persen dari komponen beban operasional.

“Karena ini penting, makanya kami selalu adakan pertemuan dengan PT Pertamina (Persero). Hari ini saja, kami baru melakukan pertemuan dengan mereka utamanya untuk melihat sejauh mana avtur ini bisa lebih efisien, tapi jangan sampai hal ini membebani Pertamina juga,” papar dia.

Hal ketiga, imbuh Susiwijono, adalah insentif. Rencananya, pemerintah tengah memikirkan insentif fiskal dan non-fiskal agar beban operasional maskapai tidak begitu besar. Ia belum mau menyebut jenis-jenis insentifnya, hanya mengatakan masih ada peluang pemerintah memberikan kelonggaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) avtur yang saat ini dipatok 10 persen.

Faktor keempat, pengkajian beberapa kebijakan pemerintah yang justru diam-diam memperberat beban maskapai. Jika hasilnya memang ada kebijakan tersebut, maka pemerintah tentu akan merevisinya. Namun menurut Susiwijono, hal ini masih ditelaah lebih jauh oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan.

“Kalau yang terakhir ini utamanya terkait kebijakan umum industri penerbangan seperti apa. Misalnya biaya slot penerbangan, waktu, dan juga manajemen rute-rutenya. Nah, untuk hal tersebut, lead-nya ini di Ditjen Hubud,” terang dia.

Kemudian menurutnya, kebijakan jangka panjang ini akan memiliki payung hukum tersendiri agar aturannya terbilang mengikat. Hal ini berbeda dengan kebijakan happy hour lalu yang hanya sebatas imbauan kepada maskapai.

“Masalah kebijakan ini sedang kami komunikasikan ke Sekretariat Negara, kalau misalkan caranya Instruksi Presiden atau Peraturan Presiden akan kami diskusikan. Tapi memang arahnya ke sana,” pungkas dia.

 

 

 

 

Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : Republika

 

 

 

 

[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,T
witter,Total”]

 

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *