Emas Bergerak ke Dua Arah, Ternyata Ini Faktor Penyebabnya

Pergerakan harga emas dunia masih dua arah pada pagi hari ini. Meredanya isu resesi menjadi salah satu faktor yang membuat risk appetite pelaku pasar meningkat. Namun peluang untuk penurunan suku bunga acuan Bank Sentral AS yang lebih agresif bisa memberi fondasi bagi harga si logam mulia.

Pada perdagangan hari Selasa (20/8/2019) pukul 09:00 WIB, harga emas kontrak pengiriman Desember di bursa New York Commodities Exchange (COMEX) melemah 0,2% ke level US$ 1.508,6/troy ounce (Rp 679.112/gram). Sementara harga emas di pasar spot masih menguat 0,2% ke level US$ 1.498,01/troy ounce (Rp 674.345/gram).

Adapun di sesi perdagangan kemarin (19/8/2019) harga emas COMEX dan spot ditutup melemah masing-masing sebesar 0,79% dan 1,24%.

Inversi imbal hasil (yield) pada obligasi pemerintah AS tenor 2 dan 10 tahun sudah tidak terjadi lagi. Artinya, Yield obligasi jangka panjang sudah tidak lebih rendah dibanding jangka pendek.

Sebelumnya, inversi tersebut terjadi mulai pekan lalu, dimana investor menjadi semakin khawatir akan risiko resesi perekonomian AS. Pasalnya, kali terakhir inversi tersebut (obligasi tenor 2 dan 10 tahun) terjadi pada tahun 2007, krisis keuangan global menyusul tidak lama setelahnya. Boleh dibilang wajar apabila investor bereaksi keras dengan banyak memborong emas.

Namun perlahan, investor mulai menyadari bahwa risiko perekonomian saat ini lebih disebabkan oleh ketidakpastian perang dagang AS-China. Hingga saat ini kedua negara masih belum mau untuk meneken kesepakatan.

Risiko tersebut berbeda dengan yang terjadi pada tahun 2007, di mana kala itu investor melihat kesalahan fundamental ekonomi yaitu masalah likuiditas di pasar subprime mortgage loan (Kredit Pemilikan Rumah/KPR) AS.

Selain itu, pemerintah AS juga sudah menyatakan komitmen untuk menggelontorkan stimulus untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi, sehingga resesi bisa dihindari.

“Saya pikir kita tidak mengalami resesi, (ekonomi) kita bekerja sangat baik. Masyarakat kita menjadi lebih kaya. Saya memberikan pemotongan pajak yang besar dan mereka mendapat banyak uang” kata Trump kepada reporter, sebagaimana dikutip CNBC International.

Kini, perhatian pelaku pasar tertuju pada simposium Bank Sentral AS, The Fed, yang akan berlangsung mulai hari Kamis (22/8/2019) hingga Sabtu (24/8/2019) waktu setempat. Dalam simposium yang biasa disebut dengan Jackson Hole tersebut, pelaku pasar berhadap akan mendapat gambaran yang lebih jelas tentang sikap (stance) kebijakan moneter The Fed.

Mengutip CME Fedwatch, probabilitas suku bunga acuan The Fed (Federal Fund Rate/FFR) diturunkan lagi hingga 75 basis poin hingga akhir tahun mencapai 46,5%.

Sementara kemungkinan FFR diturunkan sebanyak 50 basis poin hingga akhir tahun sebesar 42,6%.

Jika pelaku pasar melihat gelagat The Fed yang lebih agresif dalam menurunkan suku bunga, maka harga emas punya peluang untuk kembali meningkat. Sebab, likuiditas dolar AS akan banjir dan berisiko melemahkan nilai tukarnya.

Alhasil investor terpapar risiko koreksi nilai aset akibat perubahan kurs. Risiko ini dapat diperkecil dengan lebih banyak menahan aset-aset safe haven seperti emas.

 

 

 

 

Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : Tamasia

 

 

 

 

[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]

 

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *