Peraih Nobel Toni Morrison Meninggal Dunia
Penulis yang telah menuliskan pengalaman seorang keturunan Afrika-Amerika dalam kisah fiksi selama lima dekade, Toni Morrison, dikabarkan meninggal dunia dalam usia 88 tahun.
Melansir Guardian, keluarga Morrison mengonfirmasi berita tersebut pada Selasa (6/8). Sang penulis berpulang pada Senin (5/8) malam waktu setempat di Montefiore Medical Center di New York. Ia sempat mengalami sakit, namun baik pihak keluarga maupun penerbit tidak menjelaskannya secara detail.
Morrison bukan hanya penulis novel biasa. Wanita kelahiran 1931 ini juga seorang penulis esai, editor, guru dan profesor di Universitas Princeton. Lahir di era Depresi Besar, tulisan-tulisan Morrison kerap menyuarakan pandangan orang Afrika-Amerika. Ia dikenal terutama melalui The Bluest Eye, Song of Solomon dan Beloved.
Sepanjang karier, ia telah mendapatkan penghargaan bergengsi seperti Pulitzer Prize, Nobel, Legion d’Honneur dan Presidential Medal of Freedom yang diserahkan kepadanya pada 2012 oleh Barack Obama. Karya-karya Morrison kini dianggap sebagai bagian dari kehidupan orang Afrika-Amerika, termasuk di institusi pendidikan.
Keluarga mengenang Morrison sebagai ‘ibu dan nenek yang dikagumi’. “Walaupun kepergiannya meninggalkan duka mendalam, kami bersyukur ia memiliki hidup panjang yang baik. Kami ingin berterima kasih untuk siapapun yang mengenal dan mencintainya, secara personal maupun melalui karyanya, untuk dukungan kalian di saat berat seperti ini, kiranya kami bisa mendapatkan privasi,” ujar perwakilan keluarga.
Politikus Bernie Sanders menulis di Twitter atas kehilangan sosok yang disebutnya ‘legendaris’. “Hari ini kita kehilangan legenda Amerika. Semoga ia beristirahat dalam tenang,” tulisnya.
Margaret Atwood, seorang penulis dan penyair Kanada yang juga aktivis lingkungan, mengatakan bahwa Morrison adalah ‘raksasa dalam masa kita… Bahwa suaranya yang kuat akan dirindukan di era di mana kaum minoritas menjadi target baru di AS dan hal itu adalah tragedi untuk sebagian besar dari kita’.
Pada 1965, pernikahan Morrison gagal setelah diupayakan selama enam tahun. Ia lalu pindah ke New York dan mulai bekerja sebagai editor. Saat itu ia kemudian tersadar bahwa novel yang ingin dibacanya tidak perlu ditulis, maka ia sendiri yang melakukannya.
Morrison melanjutkan eksplorasi tentang pengalaman orang Afrika-Amerika, proyek yang yang dideskripsikan pada The New York Times sebagai ‘menulis tanpa pandangan (orang kulit) putih’. Menggunakan latar cerita dari abad ke-17 sampai era modern, ia tak pernah ragu menuliskan isu-isu sensitif dalam penuturan ceritanya, termasuk membela Bill Clinton pada 1998 lalu.
Reputasi Morrison dibangun bertahap, hati-hati namun mengesankan. Novel Beloved dipublikasikan pada 1987, mengangkat cerita dari pertengahan abad ke-19 tentang seorang budak yang membunuh bayinya sendiri, menempatkannya sebagai figur nasional.
Ketika Beloved tidak masuk dalam daftar calon peraih National Book Awards, 48 penulis lain menandatangani surat terbuka yang memprotes keputusan itu, menuduh industri penerbitan ‘lalai dan bertingkah keterlaluan’.
Morrison adalah wanita keturunan Afrika-Amerika pertama yang berhasil meraih Nobel di bidang literatur poda 1993. Saat menerima penghargaan tersebut, ia berbicara tentang bahaya ‘bahasa yang mengekspresikan penindasan adalah kekerasan, bahasa yang mengekspresikan pembatasan pengetahuan akan membatasi pengetahuan’.
“Kita semua akan meninggal. Mungkin, itu makna kehidupan. tetapi kita bisa berbahasa. Itu mungkin ukuran kehidupan kita,” kata Morrison.
Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : CNN Indonesia
[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]