Ekonomi Global Bikin Investor Cemas, Yen Bersinar Lagi
Mata uang yen Jepang kembali menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (3/7/19) melanjutkan penguatan Selasa kemarin.
Para investor yang kembali cemas akan kondisi ekonomi global membuat yen yang menyandang status safe haven atau aset aman menjadi tujuan mengalihkan investasi mereka.
Pada pukul 8:20 WIB, yen diperdagangkan di kisaran US$ 107,57/US$ atau menguat 0,29% di pasar spot, melansir data dari Refinitiv.
Kecemasan akan kondisi ekonomi global kembali muncul setelah pengukuran aktivitas manufaktur global milik JPMorgan berada di level terendah dalam 7 tahun terakhir, dan berkontraksi dalam 2 bulan beruntun.
Sementara survei dari Morgan Stanley menunjukkan kontraksi untuk pertama kalinya sejak tahun 2016. Turunnya angkat indeks dari dua bank tersebut terjadi akibat kontraksi sektor manufaktur yang terjadi di berbagai belahan dunia.
Pada hari Senin (1/7/19), Markit melaporkan pembacaan akhir indeks aktivitas manufaktur zona euro turun menjadi 47,6 dari rilis awal 47,8. Jerman yang merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar di zona euro mengalami pelambatan lebih dalam menjadi 45,0 dibandingkan sebelumnya 45,4.
Sementara untuk Inggris dilaporkan sebesar 48,0, turun dalam dibandingkan bulan Mei sebesar 49,4.
Sebelum zona euro dan Inggris, China terlebih dahulu melaporkan data yang sama. Data dari Caixin menunjukkan sektor manufaktur Negeri Tiongkok berkontraksi di bulan Juni, dengan angka indeks sebesar 49,4. Kontraksi ini merupakan yang pertama setelah berekspansi dalam tiga bulan beruntun.
Dari AS, Data yang dirilis Institute for Supply Management (ISM) menunjukkan indeks manufaktur turun menjadi 51,7 di bulan Juni, meski masih berekspansi tetapi melambat dibandingkan bulan sebelumnya 52,1.
Serangkaian data buruk tersebut diperparah dengan kemungkinan perang dagang AS-Uni Eropa. Kantor Perwakilan Dagang AS (US Trade Representatives/USTR) telah menyelesaikan kajian rencana pengenaan bea masuk terhadap importasi produk-produk Benua Biru sebesar US$ 4 miliar.
Produk-produk tersebut antara lain zaitun, keju Italia, dan wiski Skotlandia. Ini adalah bea masuk kedua setelah pada April AS menerapkannya terhadap impor produk Uni Eropa sebesar US$ 21 miliar.
Bea masuk ini adalah langkah protes AS terhadap subsidi yang diterima oleh perusahaan dirgantara Airbus.
Pemerintahan Trump memang sudah lama memprotes subsidi ini karena dianggap tidak adil terhadap perusahaan asal AS, Boeing. Akibat kemungkinan perang dagang terbaru itu, sentimen positif dari “gencatan senjata” AS-China menjadi memudar, dan pelaku pasar kembali memburu aset-aset safe haven seperti yen.
Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : IDN Times
[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]