Harga Minyak Terkerek Pertemuan Trump dan Xi Jinping di G20

Harga minyak mentah dunia menguat sepanjang pekan lalu. Penguatan terjadi menyusul antisipasi pasar terhadap pertemuan Amerika Serikat (AS) dan China pada pertemuan G20. Penguatan juga didorong oleh ekspektasi pasar terhadap perpanjangan kebijakan pemangkasan produksi Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC).

Dilansir dari Reuters, Senin (1/7), harga minyak mentah berjangka Brent pekan lalu ditutup di level US$64,74 per barel atau menguat 0,6 persen secara mingguan.

Penguatan juga terjadi pada harga minyak mentah AS West Texas Intermediate (WTI) sebesar 1,6 persen menjadi US$58,47 per barel.

Pada paruh pertama tahun ini, harga minyak mentah Brent telah menguat 20 persen dan harga WTI telah terdongkrak lebih dari 25 persen.

Para pemimpin negara G20 bertemu pada Jumat (28/6), dan Sabtu (29/6) pekan lalu di Osaka, Jepang. Pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping menjadi pertemuan yang paling dinantikan.

Perang dagang antara AS dan China telah membebani harga minyak. Ketegangan kedua negara memicu kekhawatiran terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi yang akan berimbas pada turunnya permintaan terhadap minyak.

Trump berharap terjadi pembicaraan yang produktif dengan China. Namun, ia tidak menjanjikan terjadinya penangguhan eskalasi pengenaan tarif impor untuk produk Negeri Tirai Bambu itu.

Sementara itu, OPEC dan sekutunya, termasuk Rusia, akan menggelar pertemuan pada 1-2 Juli 2019 ini di Wina, Austria. Pertemuan itu akan membahas mengenai keputusan perpanjangan kebijakan produksi sebesar 1,2 juta barel per hari (bph) yang telah dilakukan sejak awal tahun ini.

Analis Lipow Oil Associates Andrew Lipow menilai pasar telah berekspektasi OPEC akan memperpanjang kebijakan pemangkasan produksinya. Di saat yang bersamaan, pasar juga khawatir karena proyeksi permintaan minyak yang terus dipangkas, sehingga masih melihat kondisi pasokan berlebih.

Mengutip pemberitaan Kantor Berita RIA, Menteri Energi Rusia Alexander Novak menyatakan Rusia memangkas produksinya sedikit lebih besar dari kesepakatan OPEC pada Juni lalu.

Jajak pendapat analis Reuters menyebut, meski kebijakan pemangkasan produksi OPEC diperpanjang, harga minyak dapat tertekan oleh perlambatan ekonomi global yang menggerus permintaan serta membanjirnya produksi minyak AS di pasar.

Survei terhadap 42 ekonom dan analis memperkirakan harga Brent akan berada di kisaran US$67,59 per barel pada 2019, turun dari proyeksi yang dibuat pada Mei 2019 lalu sebesar US$68,84 per barel.

Selanjutnya, tensi antara AS dan China juga turut mempengaruhi pasar. Pekan lalu, AS telah membatalkan rencana serangan udara ke Iran di menit terakhir. Namun, potensi Iran melanggar kesepakatan nuklir mendesak untuk dilakukan diplomasi darurat agar bisa keluar dari krisis.

Produksi minyak mentah AS juga membatasi harga minyak. Pemerintah AS mencatat pada April lalu, produksi minyak mentah AS menembus lebih dari 12 juta bph.

Baker Hughes mencatat perusahaan energi AS mengerek jumlah rig pengeboran minyak untuk dua pekan berturut-turut menjadi 793 rig pada pekan lalu.

 

 

 

 

Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : Tribunnews.com

 

 

 

[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]

 

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *